Jumat, 31 Agustus 2012

Ghibah dan Buhtan

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW  berada di majelis sahabatnya. Lalu, beliau bertanya kepada mereka:
"Tahukah kalian, apakah ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah SWT dan RasulNya lebih tahu." Nabi SAW berkata, "Kalian mengatakan sesuatu yang tak disukai saudara kalian." Salah seorang dari mereka bertanya, "Bagaimana menurut anda, wahai Rasulullah, jika apa yang kukatakan perihal saudaraku itu benar?" Nabi SAW menjawab, "Jika yang kamu katakan itu benar berarti kamu menggunjingnya (ghibah); jika yang kamu katakan itu tidak benar berarti kamu mengada-ada (bhutan)." (HR Muslim Tirmidzi)
 
Apabila seseorang mengetahui aib atau kekurangan saudaranya, baik moral maupun fisik, dan itu memang benar adanya, maka itu dinamakan menggunjing (ghibah). Orang yang melakukannya layak mendapat siksa Allah SWT. Hanya saja siksa yang lebih keras ditimpakan kepada orang yang mengada-ada (buhtan); yaitu membicarakan aib orang lain yang tak disandangnya atau membicarakan perkataan orang lain yang tak pernah dikatakannya.

Abu Darda RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa menggunjing seorang muslim dengan perkataan, sedangkan pembicaraan itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya, Allah SWT berhak menghancurkan tubuhnya di neraka pada hari Kiamat kelak hingga perkataannya terbukti (dan pasti ini tak mungkin bisa membuktikkan)." (HR Muslim)
 
Rasulullah SAW menyampaikan nasihat kepada Abu Dzar Al Ghifari RA:
"Sebaiknya kamu diam! Karena diam itu dapat mengusir setan dan menolongmu atas persoalan agamamu. Katakanlah yang benar meskipun pahit dan jangan takut membela hak Allah meskipun orang lain membenci." (HR Muslim)
 
Di antara hadis Nabi SAW yang menyinggung persoalan ini adalah:
"Orang berakal hendaknya memerhatikan waktunya, peduli untuk memperbaiki keadaannya, dan memelihara lisannya. Siapa yang mengukur ucapan dari perbuatannya, maka bicaranya sedikit, kecuali yang diperlukan." (HR Muslim)
 
 
 
 
 

Hikmah Salam

Al Quran dengan hukum dan arahannya yang agung, meletakkan pilar-pilar asasi untuk membangun masyarakat yang saling mencintai sesama sebagaimana mencintai sendiri. Rasa cinta ini mungkin terwujud manakala hati mereka bersih dari sifat permusuhan dan dengki.

Tak diragukan lagi, seorang muslim yang memulai salam kepada muslim lainnya yang lalu membalas salamnya, pada dasarnya sedang berusaha untuk mempererat ikatan cinta dan kasih sayang.

Dalam sejumlah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan hikmah ucapan salam. Abdullah bin Az Zubair RA meriwayatkan bahwa Muhammad SAW bersabda:
"Penyakit umat terdahulu, seperti kebencian dan kedengkian, akan menular kepadamu. Kebencian adalah pencukur; bukan pencukur rambut melainkan pencukur agama. Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, kalian takkan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian takkan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitaukan sesuatu yang menyebabkan kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim)
Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda:
"Terdapat 3 perkara yang dapat menjernihkan cinta kasih saudaramu kepadamu; bila bertemu, ucapkanlah salam; lapangkanlah untuknya dalam majelis; dan panggilah dirinya dengan panggilan yang disukainya." (HR Muslim)
 
Abu Yusuf Abdullah bin Salam RA menuturkan bahwa dirinya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan (kepada fakir miskin), dan shalatlah pada waktu malam ketika orang sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat." (HR Muslim)
 

Artinya, mereka masuk surga tanpa hisab. Keadaan mereka seperti orang-orang yang bersabar, kekasih Allah SWT yang shaleh, para ulama yang membimbing insan menuju jalan Allah SWT, serta para syuhada yang berjihad di jalan Allah SWT dan gugur di jalanNya pula.
 
 
 

Kamis, 30 Agustus 2012

Menahan Amarah

Kita sebagai insan diharuskan meredam amarahnya saat dibakar nafsu. Untuk itu, tentu diperlukan "air" yakni jihad memerangi hawa nafsu (jihad an nafs). Dalam hal ini, siapa saja yang mampu menahan amarahnya, mendapatkan pahala besar di sisi Allah SWT. Allah berfirman:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan( orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [QS 3:133-134]
 
Orang yang mampu mengendalikan amarahnya dan tidak pernah berniat membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya, lalu bersabar dan menahan amrahahnya demi mengharap ridha dari Allah SWT, akan memperoleh pahala besar di sisiNya. Dengan demikian kita dapat memahami tentang betapa pentingnya akhlak bagi orang beriman yang mengharapkan kebahagiaan di dunia dan pahala di akhirat. Karena Allah SWT menggolongkan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain sebagai orang-orang bertakwa. Mereka itulah orang yang akan masuk surga Insya Allah.

Agar mampu menahan amarah, seseorang harus berlatih agar tidak mudah menyerah pada bisikan setan. Cara terbaik untuk mewujudkannya sebagaimana disabdakan Nabi SAW, adalah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan tatkala emosinya memuncak. Selain itu, orang beriman seharusnya menjadikan kesantunan Rasulullah SAW sebagai lentera yang menerangi kehidupan.
 

Rabu, 29 Agustus 2012

Jangan Menghancurkan Mental!

Merasa akrab dengan gambar di sebelah kanan? Yup, saya pun begitu. Itu adalah contoh dari beragam kerusuhan yang timbul di Indonesia. Dan lama-lama kita "terbiasa" dengan kejadian tersebut. Apakah ini wajar?

Dahulu kala, bangsa kita ialah penakluk birunya lautan. Mereka terkenal dengan keakraban dan kesantunan yang terpancar dari diri mereka. Pada masa-masa itu bangsa kita menjadi buah bibir di dunia, karena kedua hal tersebut.

Tapi entah kenapa, keadaan di masa sekarang berubah hampir 180 derajat. Mayoritas masyarakat Indonesia menjadi lebih sering menyelesaikan masalah dengan cara prasejarah: bertengkar, rusuh, ribut, menumpahkan darah dsb. Sungguh memprihatinkan! Dengan embel-embel negara kepulauan terbesar yang juga memiliki suku paling beragam, tak bisa menjaga persatuan yang terukir di Pancasila. 

Ayolah, jangan sering menghakimi orang dengan kekerasan! Mental bangsa pun hancur karenanya. Kita sebagai bangsa besar yang bermartabat, harus bisa mengendalikan amarah, yang menghasilkan perselisihan dan bahkan pertumpahan darah. Pakai cara yang lebih manusiawi untuk mengakhiri masalah seperti musyawarah. Bukankah hal ini telah tercatat di buku pelajaran kita?

Jika yakin bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa berakal, gunakan akal itu. Pikir dan renungkan semua masalah, dan temukan solusi tepat menurut akal sehat. Bukannya malah menumpuk masalah dengan kekerasan, penyiksaan yang telah menjamur di Nusantara. Ingatlah, tiada masalah yang tak dapat diselesaikan. Maka dari itu, mulai dari sekarang berubahlah menjadi insan berbudi luhur sebelum nasi menjadi bubur!

Selasa, 28 Agustus 2012

Sudahkah Kita Bersyukur?

Mungkin di antara kita ada yang mengeluh karena tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Sebagai contoh kita ingin membeli perhiasan, tapi tidak kesampaian karena harga yang terlampau tinggi. Namun sadarkah bahwa kita diberikan nikmat yang banyak hingga kita takkan mampu menyebutnya satu per satu?

Allah SWT memberikan kita kesehatan, kebugaran, kekuatan dan kenikmatan yang tiada tara. Dan semua itu kita miliki dengan gratis. Bukankah itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri karena kita masih memilikinya? Lalu bagaimana jika tiba-tiba berkah tersebut dicabut oleh Allah SWT?

Patut disadari bahwa masih banyak saudara kita yang nasibnya memprihatinkan. Kebanyakan mereka tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak, kesehatannya buruk, pokoknya serba kekurangan. Bahkan untuk makan dan minum pun sulit. Masya Allah... Pasti sangatlah berat menjalani hidup dengan keadaan seperti itu. Lalu apa yang harus kita perbuat jika masih memiliki kenikmatan tersebut?

Banyaklah bersyukur kepada Allah SWT karena telah dilimpahkan kebaikan. Janganlah menyia-nyiakan nikmat yang masih kita dapatkan selama ini, karena belum tentu kita terus menerus diberi nikmat tersebut. Niscaya Allah SWT akan terus memberi rahmatNya kepada kita semua. Aamien.

Korupsi

Korupsi. Kata tersebut acapkali berdengung di gendang telinga kita. Hampir setiap saat kita selalu menyaksikan pemberitaan kasus-kasus korupsi. Bahkan ada yang mengatakan Indonesia termasuk negara terkorup.

Mulai dari pengurusan KTP sampai ekspor tempe, tikus-tikus berjejalan mencari celah untuk merealisasikan rencana kotor mereka. Tiada habisnya mereka menguras uang rakyat. Tiada habisnya mereka mengucurkan air mata.

Berbagai janji pun dilontarkan oleh para calon pemimpin. Sebut saja: "Katakan tidak pada korupsi," Tapi prakteknya nol besar. Hanya menjadi sekedar ucapan belaka yang selalu tertera di baliho yang berjejer bak aliran sungai. Heran, kenapa pemerintah membohongi kita? Kalaupun mereka tidak bohong, kenapa pemberantasannya sangat lamban?

Saya tidak ingin rakyat tak berdosa di luar sana menjadi korban kemunafikkan. Saya tidak ingin ekonomi negara hancur berantakan karena ulah mafia-mafia itu. Dan saya juga tidak ingin pemerintahan kita tercoreng nama baiknya. Bila sudah merajalela begini, kepada siapa kita berlindung?