Minggu, 02 September 2012

Siapakah Orang Beriman Itu?

Sebelum itu mari kita membaca definisi orang beriman yang dituliskan Allah SWT dalam Al Quran. Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." [QS 49:15]
 
Ayat ini menggambarkan bahwa orang-orang beriman adalah "orang-orang yang benar" (shadiqun). Ash Shiddiq adalah ucapan lisan selaras dengan yang dirasakan hati dan dapat diterima akal sehat. Orang-orang yang memiliki keimanan kokoh takkan meragukan agamanya. Jadi, yang terpenting dalam keimanan adalah hati dan akal. Hati adalah rahasia-rahasia tertutupi yang pada hakikatnya hanya diketahui Allah SWT.

Ketika kedua ayat tersebut diturunkan, sebagian kalangan yang mengumumkan keislamannya segera menemui Rasulullah SAW. Mereka bersumpah bahwa mereka benar-benar beriman. Saat itulah Jibril AS turun membawa seluruh ayat yang berisi perintah Allah SWT kepada RasulNya yang mulia:
"Katakanlah (kepada mereka), Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah mengetahui segala sesuatu." [QS 49:16]
 
Ungkapan "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamu (keyakinanmu)," berarti bahwa Allah SWT dengan keagungan dan kekuasaanNya, mengetahui hakikat agama/keyakinan mereka serta mengetahui sejauh mana kejujuran dan kedustaan pengakuan iman mereka. Dia mengetahui segala yang ada di langit dan bumi. Karena itu, tiada keharusan untuk bersumpah kepada Rasulullah SAW bahwa mereka benar-benar beriman.

Salah satu ajaran pokok Islam adalah bahwa hubungan antara hamba dan TuhanNya terjadi secara langsung dan tak memerlukan perantara, apapun kedudukan orang yang mendakwahkan dirinya sebagai perantara tersebut. Islam tak mengakui yang disebut sebagai "pengakuan dosa" sebagaimana berlaku dalam ajaran Kristen, Dalam Kristen, pemeluknya membawa dosa-dosa mereka kepada seorang pendeta, agar pendeta tersebut -yang berfungsi sebagai perantara hamba dan Tuhan- mengampuni dosa mereka.

Sistem pengakuan dosa ini, serta perkara-perkara lainnya, hanyalah perbuatan yang dilakukan para pendeta untuk memperkaya diri sendiri dan mengokohkan kedudukan mereka di tengah masyarakat pemeluk Kristen.

 

Sabtu, 01 September 2012

Suri Tauladan yang Baik

Pemimpin umat/pemerintah identik dengan keluarga. Jika kepala keluarga memberi nasihat kepada anak-anaknya agar berakhlak luhur, sementara dirinya masih melakukan dosa-dosa besar, maka nasihat-nasihatnya tidaklah berarti. Demikian pula para pemimpin atau penguasa yang hidup dalam kemewahan, tidak becus mengelola harta rakyat, dan hanya mengurus kepentingan pribadinya. Maka imbauannya untuk mengabdi demi kemaslahatan bangsa akan sia-sia belaka. Seruan-seruan tersebut takkan pernah didengr, bahkan sebaliknya ditertawakan. Karena itu seorang penyair berkata:
"Jangan melarang suatu tindakan sementara kamu melakukannya. Itu teramat hina jika kamu melakukannya. Karena itu rakyat tergantung pada agama pemimpinnya. Agama yang dimaksud adalah perangai dan keyakinan yang dianut sang pemimpin yang akan diikuti oleh anggotas masyarakatnya."
 
Akhlak luhur yang diserukan Rasulullah SAW benar-benar terpantul dalam diri beliau. Inilah yang menjadikan dakwahnya berhasil dan para sahabatnya mengikuti seluruh tingkah lakunya. Beliau adalah sumber cahaya Islam yang menerangi pekatnya kebodohan dan keangkaramurkaan dari timur hingga barat. Dalam kurun waktu tidak lebih dari seperempat abad, wilayah Islam membentang dari Persia di timur hingga negeri-negeri Maghribi di Afrika. Allah SWT berfirman:
" Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan dia banyak menyebut nama Allah." [QS 33:21]
 
Rasulullah SAW dikenal lemah lembut, tapi juga seorang prajurit yang gagah berani. Beliau tak peduli dengan segala jenis marabahaya dan ancaman selama berjuang di jalan Allah SWT serta meninggikan syiar agama.

Ayat tersebut diturunkan agar kaum muslim meneladani keberanian Rasulullah SAW. Dalam perang uhud misalnya, gigi geraham Rasulullah SAW patah dan darahnya mengalir membasahi wajahnya. Demikian pula pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib yang terbunuh dan jenazahnya dicincang oleh Hindun binti Utbah. Kendati demikian, beliau tetap bertempur dengan gigih.
 

Jalan Terdekat Menuju Surga

Rasulullah SAW dilahirkan dalam keadaan yatim. Ayahnya wafat selepas perjalanan dagang saat beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahab. Lalu ibunya meninggal saat Nabi SAW berusia 6thn. Setelah itu beliau diasuh kakenya, Abdul Muthalib bin Hasyim. Rasulullah SAW telah kehilangan kasih sayang orangtuanya sejak kecil dan hal itu sangat membekas di lubuk hatinya. Sehingga kakeknya berusaha keras menggantikannya dengan mencurahkan seluruh kasih sayangnya. Setelah kakeknya meninggal dunia, Muhammad SAW diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, yang amat mencintainya. Kemudian Abu Thalib pun wafat.

Rasulullah SAW yang berperangai lembut dan halus, harus kehilangan kakek, paman dan istrinya. Semua itu sangat membekas di lubuk hatinya. Tatkala Allah SWT memuliakannya dengan risalah Islam dan menerima wahyu (Al Quran) melalui Jibril, terdapat sejumlah ayat yang berisi perintah untuk berbakti kepada orangtua, menaati titahnya, serta memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan hormat. Tidak hanya sebatas itu, Allah SWT bahkan menempatkan keharusan berbakti kepada orangtua setelah keharusan beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Allah berfirman:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu dan bapak, kerabat-kerabat, anak-anak yatim. orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." [QS 4:36]
 
Pertama-tama, Allah SWT memerintahkan hambaNya yang beriman untuk memujiNya atas segenap anugerah yang dilimpahkan kepadanya. Setelah itu, Dia mengharuskan bersyukur kepada orangtua. Allah berfirman:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam 2 tahun. Bersyukurlah kepadaKu, dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikuti jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Aku beritakan kepada kamu apa yang telah kamu lakukan." [QS 31:14-15]
 
Perbuatan kufur dan menyekutukan Allah SWT merupakan dosa terbesar yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka. Kendati demikian, Allah SWT memerintahkan setiap musim untuk memperlakukan orangtuanya dengan baik dan bergaul dengannya dengan santun, sekalipun mereka musyrik. Dengan pengertian serupa dengan ayat diatas, Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut:
"Dan, Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada orangtuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah mengikuti keduanya. Hanya kepadaKulah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." [QS 29:8]
 
Allah SWT juga berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka, sebagaimana mereka mendidik aku sewaktu kecil."" [QS 17:23-24]
 
Dalam ayat ini, kedudukan berbuat baik kepada orangtua berada 1 tingkat di bawah perintah menyembah Allah SWT. Seseorang diperintahkan untuk tidak menunjukkan kejemuan kepada kedua orangtuanya. Inilah yang dimaksud firman Allah SWT:\
"Maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
 
Para mufasir sepakat bahwa kata "uff"/"ah" adalah bentuk ucapan durhaka kepada orangtua. Seandainya terdapat ucapan yang lebih rendah darinya, tentu akan disebutkan dalam firmanNya. Iman Abu Abdillah RA berkata, "Anak durhaka dapat melakukan kebajikan apapun yang dikehendakinya, tetapi tak mungkin masuk surga." Imam Abu Abdillah menyandarkan pertanyaannya pada hadis Nabi SAW, terutama yang berkaitan dengan berbuat durhaka kepada kedua orangtua. Seperti yang difirmankan Allah:
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang."
 
Firman ini menjelaskan bahwa seorang anak harus menunjukkan kepatuhan kepada keduanya. Karena, kata dzull  (merendah) dalam ayat tersebut merupakan puncak ketundukkan sang anak kepada orangtuanya.
 
 
 
 
 

Jumat, 31 Agustus 2012

Ghibah dan Buhtan

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW  berada di majelis sahabatnya. Lalu, beliau bertanya kepada mereka:
"Tahukah kalian, apakah ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah SWT dan RasulNya lebih tahu." Nabi SAW berkata, "Kalian mengatakan sesuatu yang tak disukai saudara kalian." Salah seorang dari mereka bertanya, "Bagaimana menurut anda, wahai Rasulullah, jika apa yang kukatakan perihal saudaraku itu benar?" Nabi SAW menjawab, "Jika yang kamu katakan itu benar berarti kamu menggunjingnya (ghibah); jika yang kamu katakan itu tidak benar berarti kamu mengada-ada (bhutan)." (HR Muslim Tirmidzi)
 
Apabila seseorang mengetahui aib atau kekurangan saudaranya, baik moral maupun fisik, dan itu memang benar adanya, maka itu dinamakan menggunjing (ghibah). Orang yang melakukannya layak mendapat siksa Allah SWT. Hanya saja siksa yang lebih keras ditimpakan kepada orang yang mengada-ada (buhtan); yaitu membicarakan aib orang lain yang tak disandangnya atau membicarakan perkataan orang lain yang tak pernah dikatakannya.

Abu Darda RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa menggunjing seorang muslim dengan perkataan, sedangkan pembicaraan itu tidak sesuai dengan yang sebenarnya, Allah SWT berhak menghancurkan tubuhnya di neraka pada hari Kiamat kelak hingga perkataannya terbukti (dan pasti ini tak mungkin bisa membuktikkan)." (HR Muslim)
 
Rasulullah SAW menyampaikan nasihat kepada Abu Dzar Al Ghifari RA:
"Sebaiknya kamu diam! Karena diam itu dapat mengusir setan dan menolongmu atas persoalan agamamu. Katakanlah yang benar meskipun pahit dan jangan takut membela hak Allah meskipun orang lain membenci." (HR Muslim)
 
Di antara hadis Nabi SAW yang menyinggung persoalan ini adalah:
"Orang berakal hendaknya memerhatikan waktunya, peduli untuk memperbaiki keadaannya, dan memelihara lisannya. Siapa yang mengukur ucapan dari perbuatannya, maka bicaranya sedikit, kecuali yang diperlukan." (HR Muslim)
 
 
 
 
 

Hikmah Salam

Al Quran dengan hukum dan arahannya yang agung, meletakkan pilar-pilar asasi untuk membangun masyarakat yang saling mencintai sesama sebagaimana mencintai sendiri. Rasa cinta ini mungkin terwujud manakala hati mereka bersih dari sifat permusuhan dan dengki.

Tak diragukan lagi, seorang muslim yang memulai salam kepada muslim lainnya yang lalu membalas salamnya, pada dasarnya sedang berusaha untuk mempererat ikatan cinta dan kasih sayang.

Dalam sejumlah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan hikmah ucapan salam. Abdullah bin Az Zubair RA meriwayatkan bahwa Muhammad SAW bersabda:
"Penyakit umat terdahulu, seperti kebencian dan kedengkian, akan menular kepadamu. Kebencian adalah pencukur; bukan pencukur rambut melainkan pencukur agama. Demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, kalian takkan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian takkan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitaukan sesuatu yang menyebabkan kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim)
Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda:
"Terdapat 3 perkara yang dapat menjernihkan cinta kasih saudaramu kepadamu; bila bertemu, ucapkanlah salam; lapangkanlah untuknya dalam majelis; dan panggilah dirinya dengan panggilan yang disukainya." (HR Muslim)
 
Abu Yusuf Abdullah bin Salam RA menuturkan bahwa dirinya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan (kepada fakir miskin), dan shalatlah pada waktu malam ketika orang sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat." (HR Muslim)
 

Artinya, mereka masuk surga tanpa hisab. Keadaan mereka seperti orang-orang yang bersabar, kekasih Allah SWT yang shaleh, para ulama yang membimbing insan menuju jalan Allah SWT, serta para syuhada yang berjihad di jalan Allah SWT dan gugur di jalanNya pula.
 
 
 

Kamis, 30 Agustus 2012

Menahan Amarah

Kita sebagai insan diharuskan meredam amarahnya saat dibakar nafsu. Untuk itu, tentu diperlukan "air" yakni jihad memerangi hawa nafsu (jihad an nafs). Dalam hal ini, siapa saja yang mampu menahan amarahnya, mendapatkan pahala besar di sisi Allah SWT. Allah berfirman:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan( orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [QS 3:133-134]
 
Orang yang mampu mengendalikan amarahnya dan tidak pernah berniat membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya, lalu bersabar dan menahan amrahahnya demi mengharap ridha dari Allah SWT, akan memperoleh pahala besar di sisiNya. Dengan demikian kita dapat memahami tentang betapa pentingnya akhlak bagi orang beriman yang mengharapkan kebahagiaan di dunia dan pahala di akhirat. Karena Allah SWT menggolongkan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain sebagai orang-orang bertakwa. Mereka itulah orang yang akan masuk surga Insya Allah.

Agar mampu menahan amarah, seseorang harus berlatih agar tidak mudah menyerah pada bisikan setan. Cara terbaik untuk mewujudkannya sebagaimana disabdakan Nabi SAW, adalah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan tatkala emosinya memuncak. Selain itu, orang beriman seharusnya menjadikan kesantunan Rasulullah SAW sebagai lentera yang menerangi kehidupan.
 

Rabu, 29 Agustus 2012

Jangan Menghancurkan Mental!

Merasa akrab dengan gambar di sebelah kanan? Yup, saya pun begitu. Itu adalah contoh dari beragam kerusuhan yang timbul di Indonesia. Dan lama-lama kita "terbiasa" dengan kejadian tersebut. Apakah ini wajar?

Dahulu kala, bangsa kita ialah penakluk birunya lautan. Mereka terkenal dengan keakraban dan kesantunan yang terpancar dari diri mereka. Pada masa-masa itu bangsa kita menjadi buah bibir di dunia, karena kedua hal tersebut.

Tapi entah kenapa, keadaan di masa sekarang berubah hampir 180 derajat. Mayoritas masyarakat Indonesia menjadi lebih sering menyelesaikan masalah dengan cara prasejarah: bertengkar, rusuh, ribut, menumpahkan darah dsb. Sungguh memprihatinkan! Dengan embel-embel negara kepulauan terbesar yang juga memiliki suku paling beragam, tak bisa menjaga persatuan yang terukir di Pancasila. 

Ayolah, jangan sering menghakimi orang dengan kekerasan! Mental bangsa pun hancur karenanya. Kita sebagai bangsa besar yang bermartabat, harus bisa mengendalikan amarah, yang menghasilkan perselisihan dan bahkan pertumpahan darah. Pakai cara yang lebih manusiawi untuk mengakhiri masalah seperti musyawarah. Bukankah hal ini telah tercatat di buku pelajaran kita?

Jika yakin bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa berakal, gunakan akal itu. Pikir dan renungkan semua masalah, dan temukan solusi tepat menurut akal sehat. Bukannya malah menumpuk masalah dengan kekerasan, penyiksaan yang telah menjamur di Nusantara. Ingatlah, tiada masalah yang tak dapat diselesaikan. Maka dari itu, mulai dari sekarang berubahlah menjadi insan berbudi luhur sebelum nasi menjadi bubur!

Selasa, 28 Agustus 2012

Sudahkah Kita Bersyukur?

Mungkin di antara kita ada yang mengeluh karena tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Sebagai contoh kita ingin membeli perhiasan, tapi tidak kesampaian karena harga yang terlampau tinggi. Namun sadarkah bahwa kita diberikan nikmat yang banyak hingga kita takkan mampu menyebutnya satu per satu?

Allah SWT memberikan kita kesehatan, kebugaran, kekuatan dan kenikmatan yang tiada tara. Dan semua itu kita miliki dengan gratis. Bukankah itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri karena kita masih memilikinya? Lalu bagaimana jika tiba-tiba berkah tersebut dicabut oleh Allah SWT?

Patut disadari bahwa masih banyak saudara kita yang nasibnya memprihatinkan. Kebanyakan mereka tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak, kesehatannya buruk, pokoknya serba kekurangan. Bahkan untuk makan dan minum pun sulit. Masya Allah... Pasti sangatlah berat menjalani hidup dengan keadaan seperti itu. Lalu apa yang harus kita perbuat jika masih memiliki kenikmatan tersebut?

Banyaklah bersyukur kepada Allah SWT karena telah dilimpahkan kebaikan. Janganlah menyia-nyiakan nikmat yang masih kita dapatkan selama ini, karena belum tentu kita terus menerus diberi nikmat tersebut. Niscaya Allah SWT akan terus memberi rahmatNya kepada kita semua. Aamien.

Korupsi

Korupsi. Kata tersebut acapkali berdengung di gendang telinga kita. Hampir setiap saat kita selalu menyaksikan pemberitaan kasus-kasus korupsi. Bahkan ada yang mengatakan Indonesia termasuk negara terkorup.

Mulai dari pengurusan KTP sampai ekspor tempe, tikus-tikus berjejalan mencari celah untuk merealisasikan rencana kotor mereka. Tiada habisnya mereka menguras uang rakyat. Tiada habisnya mereka mengucurkan air mata.

Berbagai janji pun dilontarkan oleh para calon pemimpin. Sebut saja: "Katakan tidak pada korupsi," Tapi prakteknya nol besar. Hanya menjadi sekedar ucapan belaka yang selalu tertera di baliho yang berjejer bak aliran sungai. Heran, kenapa pemerintah membohongi kita? Kalaupun mereka tidak bohong, kenapa pemberantasannya sangat lamban?

Saya tidak ingin rakyat tak berdosa di luar sana menjadi korban kemunafikkan. Saya tidak ingin ekonomi negara hancur berantakan karena ulah mafia-mafia itu. Dan saya juga tidak ingin pemerintahan kita tercoreng nama baiknya. Bila sudah merajalela begini, kepada siapa kita berlindung?