Selasa, 02 Oktober 2012

Abu Dzar Al Ghifari: Hidup Dalam Kesederhanaan

.

Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku yang suka menyamun dan membunuh orang yang tersesat ke wilayah mereka. Namun hal itu tak menghalangi Abu Dzar untuk bertemu kebenaran. Rasulullah SAW tersenyum kagum begitu mengetahui Abu Dzar yang berasal dari suku yang terkenal ganas di padang pasir. Abu Dzar langsung merasakan manisnya iman begitu ia memeluk Islam. Ia dipukuli sampai hampir mati karena meneriakan kalimat Syahadatain di depan orang-orang kafir.

Tokoh Bani Ghifar

Bani Ghifar adalah suku pedalaman padang pasir. Mereka ditakuti karena sering merampok barang orang yang berada di wilayah mereka. Namun, orang juga menyanjung kebolehan kaum Ghifar yang sanggup melakukan perjalanan jauh dan sulit. Abu Dzar adalah salah satu tokoh Banu Ghifar. Ia menempuh jarak jauh dari pedalaman menuju Mekkah karena tertarik akan desas-desus tentang orang yang mengaku Rasul (Muhammad SAW).

Memeluk Islam

Abu Dzar menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda." Rasulullah menjawab, "Ini bukan syair hingga dapat digubah. Ini adalah Al Quran yang mulia." "Bacakanlah kalau begitu", pinta Abu Dzar. Maka Rasulullah pun membacakan Al Quran. Terketuklah hati Abu Dzar Al Ghifari untuk memeluk Islam tanpa ragu lagi.

Berdakwah Terang-Terangan

Baru saja ia memeluk Islam, semangat Abu Dzar langsung menjulang tinggi. Tanpa menunda lagi ia pergi ke Masjidil Haram dan berteriak, "Asyhadu alla ilaha 'ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah." Suara itu menggelegar di tengah-tengah pembesar Quraisy yang tengah menyembah berhala. Sontak hal ini membuat hati mereka gelisah dan akhirnya mereka menghajar Abu Dzar Al Ghifari.

Mungkin saja pada saat itu Abu Dzar akan bertemu ajalnya, namun datanglah Abbas bin Abdul Muthalib yang mengingatkan, "Wahai orang Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan melewati perkampungan Bani Ghifar. Orang ini adalah salah satu warganya. Ia bisa saja menghasut kaumnya untuk merampok kafilah kalian nanti."

Maka orang-orang Quraisy pun membebaskan Abu Dzar yang tubuh dan wajahnya membengkak. Tapi Abu Dzar tak berhenti sampai di situ. Ia terus mengejek berhala secara terang-terangan.

Membawa Rombongan Besar

Suatu hari penduduk Madinah dikejutkan dengan kedatangan rombongan besar orang. Bila saja mereka tak bertakbir, penduduk Madinah akan mengira mereka sebagai musuh. Ternyata mereka adalah orang-orang dari Banu Ghifar dan Banu Aslam yang telah diislamkan oleh Abu Dzar Al Ghifari. Semuanya tak ketinggalan: wanita, anak-anak, remaja, tua dan muda, ada dalam rombongan.

Pemberi Peringatan akan Kemewahan Dunia

Abu Dzar hidup tenang di masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Ia menilai kedua khalifah itu benar-benar melaksanakan perihidup Rasulullah SAW yang sederhana dan jauh dari  kehidupan bermewah-mewah. Namun di masa kekhalifahaan Usman bin Affan, ia mulai gelisah karena mulai banyak pejabat yang tertarik kemewahan dunia.

Sebenarnya ia ingin langsung menghantam orang yang hidup bermewah-mewah tersebut. Namun ia teringat sabda khusus dari Rasulullah yang dialamatkan kepadanya, "Bersabarlah wahai Abu Dzar, sampai engkau menemuiku." Maka Abu Dzar pun menyimpan pedangnya dan mengangkat lidah. Ia berseru, "Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan disetrika api neraka, menyetrika kening dan pinggang mereka di Hari Kiamat.

Pulang ke dalam Kasih Sayang Allah SWT

Karena merasa nasihatnya tak diterima, Abu Dzar beserta istrinya mengasingkan diri di Rabadzah. Di tempat itulah ia wafat. Jenazahnya dishalatkan serombongan kaum muslimin yang lewat. Benarlah ucapan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, "Anda berjalan seorang diri, mati seorang diri, dan dibangkitkan nanti seorang diri pula (karena keistimewaannya)."
 

Senin, 01 Oktober 2012

Tamu Surga

Allah SWT menyebutkan tamu-tamu surga. Khususnya orang-orang yang suka menyedekahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.

Hal tersebut menunjukkan pentingnya akhlak luhur bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Bukankah muslim yang paling mulia kedudukannya di sisi Allah SWT adalah yang termulia akhlaknya? Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di jalan Allah SWT, baik di waktu lapang maupun sempit, disebut dermawan. Sementara orang bakhil adalah orang yang kikir dalam mendermakan hartanya kepada irang yang membutuhkan, sekalipun ia adalah kerabatnya sendiri. Anas bin Malik RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Kedermawanan adalah pohon surga yang dahan-dahannya berada di dunia; barangsiapa menggantungkan dirinya di salah satu dahannya, niscaya pohon itu akan mengantarkannya ke surga. Sementara kebakhilan adalah pohon di neraka yang dahannya ada di bumi; barangsiapa menggantungkan dirinya di salah satu dahannya, niscaya pohon itu akan mengantarkannya ke neraka."
 
Imam Ali bin Abi Thalib RA berkata:
"Orang dermawan dekat dengan Allah SWT, surga, dan manusia, namun jauh dari neraka. Sedangkan orang bakhil (kikir) jauh dari Allah SWT, surga, dan manusia, namun dekat dengan neraka."
 
Allah SWT berfirman:
"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS 59:9]
 
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang menahan diri dari bujukan dari hawa nafsunya seperti egoisme dan kikir terhadap orang lain akan memperoleh pahala dari Allah SWT dan kenikmatan surga yang abadi.

Dalam hati seorang muslim tak mungkin untuk mengatakan mustahil berbaur antara kekikiran dan keimanan sejati kepada Allah SWT dan hari akhir. Karena, kecintaan berlebihan terhadap harta benda adalah watak dahriyyin, yaitu orang-orang yang tak beriman pada kehidupan akhirat dan hari perhitungan (meskipun di hadapan orang lain ia mengaku beriman). Dalam sebuah ayat yang ditujukan kepada Nabi SAW, Allah SWT berfirman:
"Katakanlah (Muhammad), 'Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendarahaan-perbendarahaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.' Dan adalah manusia itu sangat kikir." [QS 17:100]
 
Orang yang dimaksud ayat ini adalah orang kafir yang menyekutukan Allah SWT serta mendustakan hari kebangkitan dan hari perhitungan seraya berkata, "Sesungguhnya kehidupan itu hanyalah kehidupan dunia ini saja. Kita hidup sekali saja (di dunia) dan tiada kehidupan sesudahnya. Tiada yang bisa memberi kita kecukupan pada kita, kecuali 'masa' (dahr) itu sendiri!" Karena watak itulah mereka dijuluki dahriyyun.

Pada kenyataannya, sebagaimana kata Imam Ali, orang bakhil akan tersingkir dari lingkungan manusia lantaran dibenci. Demikian pula, si bakhil enggan bergaul karena khawatir orang lain akan meminta sesuatu darinya, Ini sangat berbeda dengan seorang dermawan yang justru mencintai orang lain yang juga mencintainya.

Sikap saling mencintai di antara orang-orang beriman diperintahkan Allah SWT dan RasulNya, karena cinta sejati adalah mata air segar bagi kasih sayang antar sesama insan. Kasih sayang merupakan faktor yang menyebabkan seseorang masuk surga, sebagaimana disinyalir dalam Al Quran surah Al Balad:
"Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan berperan untuk saling berkasih sayang. Mereka adalah golongan kanan." [QS 90:17]
 
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang kafir, tapi berkasih sayang sesama mereka." [QS 48:29]
 
Karena itu, surga keabadian pada hakikatnya adalah surga bagi hati. Sebelum surga bagi tubuh.
 

Keutamaan Surah Al Waqi'ah

Di balik bacaannya yang indah, surah satu ini juga menyimpan beragam kandungan bermanfaat di dalamnya, seperti cerita berikut ini:

Utsman bin Affan RA mengetahui bahwa Abdullah bin Mas'ud sedang sakit parah yang kemungkinan besar akan berujung kepada ajalnya. Buru-buru ia menjenguknya. Terjadilah dialog di antara keduanya:

Utsman bertanya, "Apa yang ingin kau keluhkan?"

Ibnu Mas'ud berkata, "Dosa-dosaku."

"Mengapa engkau tak memanggil seorang tabib?" tanya Utsman lagi.

"Tabib hanya menambah parah sakitku." sahutnya.

"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Aku hanya menginginkan rahmat Tuhanku!"

"Bolehkah aku memerintahkan untuk memberi harta [kepadamu]?"

"Engkau mencegah sesuatu dariku, padahal aku membutuhkannya; dan engkau memberikan sesuatu padaku, padahal aku tidak membutuhkannya." (Abdullah bin Mas'ud mengatakannya karena merasa ajalnya sudah dekat. Karenanya ia tak lagi membutuhkan harta kekayaan.)

"Harta itu untuk putri-putrimu," desak Utsman.

Abdullah bin Mas'ud tergolong sahabat dekat Rasulullah SAW. Menurutnya, barangsiapa membaca surah Al Waqi'ah setiap malam maka orang tersebut takkan tertima kefakiran selamanya. Abdullah bin Mas'ud lalu berkata, "Mereka tidak butuh [harta] itu. Aku menyuruh mereka membaca Surah Al Waqi'ah."

Abu Abdillah, seorang ulama pendahulu yang shaleh mengatakan, "Barangsiapa membaca surah Al Waqi'ah setiap malam Jum'at, Allah SWT akan mencintainua dan menjadikan semua orang mencintainya serta selamanya takkan pernah mengalami kesengsaraan, kefakiran dan penderitaan dunia lainnya."

Sabtu, 29 September 2012

Menipu Diri

Menipu diri sendiri merupakan penyakit jiwa paling berbahaya yang mungkin dialami oleh manusia. Bila manusia benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, serta meyakini bahwa Allah mengetahui segala yang terbesit di benaknya dan mencatat seluruh amalnya untuk dipertanggungjawabkan di Yaumul Hisab kelak, niscaya takkan pernah terjadi perilaku negatif sebagaimana yang tengah menjamur akhir-akhir ini; dekadensi moral, bobroknya nilai kehidupan serta larut dengan hawa nafsu duniawi dan kemewahan.

Tak sedikit manusia yang ketika mengingat Allah SWT dan Yaumul Hisab menegaskan keimanannya terhadap semua itu, namun justru pemikiran dan akhlaknya sama sekali tidak mencerminkan keimanannya tersebut. Allah SWT telah menggambarkan orang semacam ini dalam Surah Al Baqarah sebagai berikut:
"Di antara manusia, ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian', padahal mereka bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan mereka tak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [QS 2:8-10]
 

 

Sabtu, 08 September 2012

Kesombongan Iblis


“Ana khairun minhu”, saya lebih baik dari dia. Itulah kalimat iblis ketika Tuhan menanyakan alasan mengapa ia tidak mau melaksanakan perintah, sujud kepada Adam. Iblis menambahkan, “Khalaqtani min nar wa khalaqtahu min tin”, Engkau menciptakan aku dari api dan menciptakan dia (hanya) dari tanah. (QS al-A’raf 12). Itulah kesombongan iblis, merasa diri lebih mulia karena asal kejadian.
Kesombongan iblis rupanya adalah sebuah penyakit yang juga bisa menular kepada manusia. Bahkan, iblis secara aktif menularkannya kepada anak cucu Adam. Pernyataan dan sikap ana khairun minhu sekarang bahkan lebih banyak digunakan oleh manusia.
Jika iblis merasa diri lebih baik karena asal penciptaannya, manusia juga tertular kesombongan karena keturunan seperti itu. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita dengan sabda beliau, “Semua kalian berasal dari Adam dan Adam (diciptakan) dari tanah. Tidak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali karena takwa.”
Sabda Nabi tersebut hendak menyadarkan kita agar tidak menjadi angkuh karena keturunan. Kemuliaan hanya bisa dicapai dengan takwa. “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” (QS al-Hujurat:13).
Lebih mencengangkan lagi, ternyata manusia mengembangkan prinsip ana khairun minhu hampir dalam semua lapangan kehidupan. Dengan prinsip itu, manusia kemudian saling bersaing tidak sehat, lalu saling membenci, saling bermusuhan, saling menjatuhkan, bahkan ada yang sampai saling membunuh.
Ketika manusia memperebutkan sebuah jabatan, misalnya, masing-masing menggunakan jurus ana khairun minhu itu. Berbagai teknik digunakan untuk memengaruhi opini orang bahwa dialah yang lebih baik. Oleh karena itu, dia lebih layak untuk dipilih. Baliho, spanduk, brosur, stiker, iklan, dan berbagai macam teknik komunikasi massa digunakan untuk menyatakan ana khairun minhu, saya lebih baik dari dia.
Sebenarnya, untuk meraih prestasi, manusia boleh saja, bahkan dianjurkan untuk menjadi yang terbaik, menjadi the best. Manusia harus menunjukkan prestasi terbaik atau produk kerja terbaik. Tapi, berusaha menjadi yang terbaik tidak sama dengan merasa yang paling baik. Yang pertama adalah sebuah upaya positif, yang kedua adalah sebuah kesombongan.
Lebih berbahaya lagi ketika kesombongan ana khairun minhu itu digunakan oleh seorang penguasa. Ia tidak akan suka dikritik. Ia selalu ingin dipuja-puja. Ia memfasilitasi hidupnya dengan berbagai kemewahan. Ia tidak mau melihat ada orang lain yang lebih unggul yang bisa menggantikan kedudukannya. Ia lalu menggunakan berbagai cara dan muslihat untuk mempertahankan
Demikian sedikit gambaran betapa kesombongan iblis telah merasuki manusia sehingga menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Dampak negatifnya bisa semakin meluas dan merusak jika tidak segera disadari. Karena itu, kita harus sadar dan menyelamatkan diri dari proses dehumanisasi akibat penyakit iblis tersebut. Insya Allah kita akan sejahtera bila kita menghilangkan sifat tersebut. Wallahu a’lam.

Bagaimana Islam Memperlakukan Wanita


Suatu hari di Turki, seorang orang asing sedang bertanya kepada seorang ulama. Dia melontarkan beberapa pertanyaan kepada ulama
“Kenapa dalam Islam wanita tidak boleh bersalaman dengan pria?” Ulama balik bertanya “Bisakah kau bersalaman dengan ratu Elizabeth?"
Orang asing menjawab : “Oh, tentu tidak. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bersalaman dengannya.” Ulama tersenyum dan berkata : “Wanita-wanita kami (kaum muslimah) adalah para ratu, dan ratu tidak boleh bersalaman dengan pria sembarangan (yang bukan muhrimnya).
Lalu orang asing bertanya lagi : ” Kenapa wanita islam menutupi tubuh dan rambut mereka?” Ulama tersenyum dan menunjukan 2 permen. Ia membuka yang pertama terus yang 1 lagi tertutup. dia melemperkan keduanya menuju lantai yang kotor. Ulama bertanya : “Jika saya meminta anda untuk mengambil 1 permen, manakah yang anda pilih?” Orang asing menjawab : “Yang tertutup lah.” Sang ulama pun berkata : “Itulah cara kami memperlakukan dan melihat perempuan (muslimah).

Halalnya Jual Beli Menurut Islam


Berdagang merupakan pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam islam. Melalui ayat dalam Al Quran dan Sunnah hal itu ditegaskan bahwa seseorang supaya pergi berdagang. Namun islam juga mengingatkan agar tidak berbuat curang dalam berdagang.
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [QS 2:275]
Namun belakangan banyak muncul barang-barang tiruan yang memiliki merek sama namun kualitas yang berbeda, sehingga banyak orang yang tertipu. Hal seperti itu tidak dibenarkan dalam islam, sesuai sabda rasulullah: 
“Wahai para pedagang, hindarilah kebohongan.” (HR. Thabrani).
Islam menganjurkan dalam jual beli harus jujur, tidak menutup-nutupi sesuatu yang akan dijual, dan tidak menyebutkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam barang yang ditawarkan.
“Seutama-utama usaha dari seseorang adalah usaha para pedagang yang bila berbicara tidak berbohong, bila dipercaya tidak berkhianat, bila berjanji tidak ingkar, bila membeli tidak menyesal, bila menjual tidak mengada -gada, bila mempunyai kewajiban tidak menundanya dan bila mempunyai hak tidak menyulitkan.” (HR. Ahmad Thabrani Hakim).
Bagi penjual yang jujur akan ada hikmah yang akan di dapat, selain kepercayaan dari pembeli, pedagang tersebut juga akan mendapatkan tempat yang mulia kelak di akhirat bersama para Nabi dan Syahid
“Pedagang yang jujur serta terpercaya (tempatnya) bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati Syahid pada hari kiamat.” (HR. Bukhari Hakim Tirmidzi Ibnu Majjah)
Kejujuran dalam berdagang oleh Allah Ta’ala ditegskan dalam beberapa hadits Qudsi -Nya berikut ini:
“Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat dalam usaha (dagang) selama yang seorang tidak berkhianat (curang) kepada yang lainnya. Apabila berlaku curang, maka Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
“Sesama Muslim adalah saudara. Oleh karena itu seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, namun ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR. Ahmad lbnu Majaah)
“Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang dengan tidak menerangkan (cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang tahu (cacal) itu, tapi tidak menerangkannya.” (HR. Baihaqie)
“Sebaik-baik orang Mu‘min itu ialah, mudah cara menjualnya, mudah cara membelinya, mudah cara membayarnya dan mudah cara menagihnya.” (HR. Thabarani)

Kamis, 06 September 2012

Tabir Keagungan


Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"2 surga terbuat dari perak; bejana-bejananya dan segala yang terdapat di dalamnya. 2 surga terbuat dari emas; bejana-bejananya dan segala yang terdapat di dalamnya. Di surga 'Adn, penghuni surga dapat melihat wajah Tuhan. Karena selendang (tabir) keagunganNya tersingkap dari wajahNya." (HR Bukhari Muslim Tirmidzi Ibnu Majab)
 
Dalam hadis ini, Nabi SAW menggambarkan hilangnya tabir yang menghalangi seseorang untuk melihat wajah Allah SWT dengan tersingkapnya selendang keagunganNya. Memang seperti biasanya, beliau selalu memakai kiasan-kiasan dalam menuturkan sabdanya agar lebih mudah dipahami. Bukhari menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
Serombingan kaum muslimin menjumpai Muhammad SAW. Lantas mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah pada hari Kiamat kelak kami melihat Tuhan?" Rasulullah balik bertanya, "Sulitkah kalian melihat bulan di malam purnama?" Mereka menjawab, "Tidak." Lalu Muhammad SAW bertanya lagi," Sulitkah kalian melihat matahari yang tak tertutupi awan?" Mereka menyahut "Tidak." Nabi SAW melanjutkan, "Demikian pula kalian akan melihatNya." (HR Bukhari Muslim Abu Daud Ahmad)
 
Para ulama mengulas hadis yang menerangkan Zat Ilahi. Mereka sepakat bahwa tak satupun mahluk yang menyerupaiNya. Dia Maha Suci dari bertubuh, berpindah-pindah dan semua sifat yang menjadi ciri khas setiap mahlukNya.

Ketika Allah menampakan ZatNya kepada kaum mukmin di akhirat, mereka langsung mengetahui bahwa Dialah Tuhan yang mereka sembah, cintai dan agungkan. Mereka mengenal Tuhan, meski mereka belum pernah melihatNya. Karena, mereka mengenal Tuhannya dengan hati yang telah dibekali penglihatan yang benar. Ketika menatap Tuhannya, orang beriman pasti merasakan kebahagiaan sejati yang tak sekalipun dirasakan sebelumnya. Kebahagiaan dan kegembiraan itu jauh lebih berarti daripada masuk surga serta segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Muslim menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Ketika para ahli surga memasuki surga, Allah SWT bertanya kepada mereka, "Apakah kalian mengharapkan sesuatu yang perlu Aku tambahkan?" Mereka berkata, "Bukankah Engkau memutihkan wajag kami? Bukankah Engkau memasukkan kami ke surga dan membebaskan kami dari neraka?" Maka Allah SWT menguak hijabNya. Sungguh, tiada satupun yang lebih mereka senangi selain memandang Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung." (HR Muslim)
 
Sudah seharusnya kita memohon kepada Allah SWT agar semoga kita dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang beruntung dengan melihat wajahNya di akhirat kelak. Inilah keberuntungan sejati yang kita dambakan.

Senin, 03 September 2012

Luasnya Kemurahan Allah SWT

Allah SWT berfirman:
"Yang mengampuni dosa lagi menerima tobat lagi keras hukumNya, Yang mempunyai karunia. Tiada tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya kembali (segala mahkluk)." [QS 40:3]
Allah SWT mengiringi itu dengan penegasan bahwa Dia sangat keras siksaNya agar manusia tidak melakukan kesalahan dengan menyia-nyiakan rahmat dan pengampunanNya sehingga tersesat dalam kenistaan,

Allah SWT menganjurkan semua kaum beriman untuk segera bertobat dari dosa yang dilakukan, Karena itu, Jibris AS turun membawa firmanNya kepada Rasulullah SAW yang ditujukan kepada seluruh hambaNya:
"Katakanlah, "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, Dialah Yang Maha Mengampun lagi Maha Penyayang. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi." [QS 39"53-54]
Tauban, pembantu Rasulullah SAW mengatakan bahwa setelah Jibril mewahyukan ayat ini, Nabi SAW terlihat sangat bergembira. Sebab, wahyu tersebut berisi rahmat kepada kaum muslimin. Beliau bersabda: "Aku lebih menyukai ayat ini daripada mempunyai dunia dan seisinya. Demikian pula, Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib berkomentar tentang ayat ini: "Tiada 1 ayat pun dalam Al Quran yang lebih luas cakupannya dari ayat ini."

Menurut sebagian kalangan, ayat ini turun berkaitan dengan wahsyi, mantan budak Hindun binti Utbah yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Muhammad SAW) dalam perang Uhud yang kemudian membelah perutnya dan mencabut hatinya untuk diserahkan kepada majikannya. Setelah memeluk Islam, ia masih diliputi rasa cemas jangan-jangan tobatnya tak diterima. Ketika ayat ini turun, hatinya terasa tentram. Namun demikian, Rasulullah SAW menegaskan bahwa ayat tersebut dialamatkan kepada seluruh kaum muslimin.

Sebagian ulama menegaskan bahwa ayat ini tiada hubungannya dengan keislaman Wahsyi. Ayat ini turun saat Rasulullah SAW berada di Mekkah, sedangkan Wahsyi baru memeluk Islam beberapa tahun setelah turunnya ayat tersebut.

Allah Tuhan Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang berfirman mengenai hak-hak hambaNya yang patuh, bertobat, giat beribadah dan beriman dengan ketuhanan dan keagunganNya:
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu, niscaya ia mendapat (pembalasan) dosanya. (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan ia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal shaleh. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikann. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya ia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya." [QS 25:67-71]
Ibnu Abbas, Mujahid dan As Suddi menafsirkan, Allah SWT menghapuskan kesalahan hamba yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Kejahatan mereka kan diganti dengan kebajikan. Tafsiran ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan Abu Dzar Al Ghifari. Hadis ini disebutkan dalam kitab Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda: "Aku melihat orang yang paling akhir masuk surga dan ahli neraka yang paling akhir keluar dari neraka. Seseorang dihadapkan kepada Allah SWT pada hari Kiamat, lalu Allah SWT berkata kepada malaikat, "Pelihatkanlah kepada dosa-dosanya yang kecil dan hapuskanlah dosa-dosanya yang besar." Maka diperlihatkanlah kepadanya dosa-dosanya yang kecil. Kemudian dikatakan kepadanya, "Engkau melakukan pada hari itu demikian; dan melakukan pada hari itu demikian, demikian dan demikian; dan melakukan pada hari yang lain demikian, demikan dan demikian?" Orang itu menjawab "Benar." Ia tak dapat mengelak. Sementara itu, ia takut jika dosa besarnya diperlihatkan kepadanya. Lalu dikatakan kepadanya, "Ketahuilah, kejahatanmu ditukar dengan kebajikan." Orang itu berkata, "Wahai Tuhan hamba, hamba melakukan banyak hal yang tidak hamba lihat disini."" Abu Dzar RA berkata, "Setelah mengakhiri sabdanya, Rasulullah SAW tertawa sehingga tampak gigi gerahamnya."

Itulah kemurahan Allah SWT. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Inilah yang menyebabkan hamba yang beriman mencintai Allah SWT dan RasulNya. Cinta yang melibatkan seluruh jiwa raganya, melebihi kecintaannya terhadap putra-putrinya dan keluarga terdekatnya. Inilah keimanan sejati.


Do'a Orang Teraniaya

Manusia zalim ialah manusia yang telah kehilangan cahaya kebenaran dan keimanan. Dengan demikian, setan menjadikan perbuatan yang dilakukannya begitu indah agar dirinya makin terlena dalam buaian kesesatan. Dampaknya, dosa yang ditanggungnya makin bertambah dan siksaannya pun lebih berat.

Dalam Al Quran, Allah SWT mengungkapkan kekufuran, kebodohan, kemusyrikkan dan kefasikkan dengan sebutan kezaliman dan menggolongkan pelakunya sebagai orang-orang yang berbuat zalim.

Kezaliman yang berlangsung antarmanusia terjadi dalam bentuk penghancuran dan perampasan hak. Kezaliman adalah dosa besar di dunia. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Bila seseorang mengambil hak seorang muslim, niscaya hak tersebut akan menjadi sepotong api neraka. Karenanya, ambillah atau tingkalkanlah." (HR Bukhari Muslim)
 Dalam hal ini, Allah SWT senantiasa menolong orang-orang yang teraniaya. Setiap mukmin yang teraniaya harus meyakini hal itu dengan keimanan mendalam dan tidak berputus asa dari ketidakadilan dan pertolongan Allah SWT, Perlindungan Allah SWT terhadap orang teraniaya dapat direnungkan melalu firman Allah SWT berikut:
"Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [QS 4:148]
Karena itu, Rasulullah SAW memperingatkan umatNya agar berhati-hati terhadap do'a orang teraniaya. Sebab, tiada penghalang antara dirinya dan Allah SWT. Bagi orang yang dianiaya dan tidak mampu menghindari kezaliman, cukuplah mengucapkan:
"Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung."