Selasa, 16 Oktober 2012

Pahala bagi Pembaca dan Pendengar Al Quran

Allah SWT berfirman:
"Apabila Al Quran dibaca, maka dengarkanlah ia dan diamlah mudah-mudahan kamu mendapat rahmat." [QS 7:204]
Dalam bahasa Arab, Al Inshat berarti diam dengan menyimak sebaik-baiknya. Karena diam saja tidak cukup dan tiada manfaatnya, sementara akal dan hati sibuk memikirkan persoalan lainnya. 

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan waktu diperintahkannya menyimak ayat-ayat Al Quran. Perselisihan ini muncul jauh sebelum bacaan Al Quran diperdengarkan melalui layar kaca dan media audio visual lainnya. Sebab, adakalanya seorang muslim mendengarkan suara salah seorang qari (pembaca) Al Quran di sebuah radio, sementara dirinya sendiri sibuk bekerja dengan urusan lain. Apakah dengan demikian ia melanggar perintah Allah SWT?

Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Sa'id bin Jubair, Mujahid, Zuhri, serta segolongan ulama dan mufasir berpendapat bahwa perintah menyimak Al Quran dengan baik adalah ketika shalat berjamaah. Pada saat itu, makmun wajib menyimak ayat-ayat Al Quran yang dibaca iman. Adapun menyimak Al Quran di luar shalat hukumnya sunnah dan sudah pasti orang yang menyimaknya akan mendapat pahala.

Anas bin Malik RA menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:
"Allah SWT akan menghindarkan bencana dunia dari orang yang mendengarkan bacaan Al Quran, dan menghindarkan bencana akhirat dari orang yang membaca Al Quran."
Rasulullah SAW pernah berkhotbah pada segolongan umat Islam. Dalam khotbahnya, beliau memerintahkan mereka untuk memperbanyak membaca Al Quran. Nabi SAW bersabda:
"Bacalah Al Quran. Karena Allah SWT akan memberikan pahala kepadamu karena membacanya; setiap huruf mendapat 10 kebajikan."
Setiap umat Islam berkesempatan menambah amal kebajikan dengan cara membaca ayat-ayat Al Quran, merenungi maknanya, dan mengambil hikmahnya. Saat ini mendengarkan Al Quran begitu mudah. Setiap orang memiliki banyak kesempatan menyimak Al Quran sesuai jadwal siaran televisi atau melalui CD. Caranya, seorang muslim mengatur jadwal kerjanya sehingga mempunyai waktu luang untuk membaca Al Quran dan akhirnya mendapatkan pahala darinya. Rasulullah SAW bersabda:
"Ibadah paling utama adalah membaca Al Quran."

Di sisi lain, mendengarkan Al Quran melalui media elektronik dapat membantu seorang muslim memantapkan ayat-ayat Al Quran yang telah dihapalkan. Meskipun Al Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW dan yang kemudian menghafalnya, namun beliau tetao senang mendengarkan ayat-ayat Al Quran yang dibacakan sahabatnya.

Suatu hari, Rasulullah SAW meminta Abdullah bin Mas'ud RA untuk membacakan ayat-ayat Al Quran kepadanya. Ibnu Mas'ud heran dengan permintaan tersebut dan bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah aku membacakan di hadapanmu padahal Al Quran diturunkan kepadamu?" "Aku senang mendengarkan dari selainku," jawab Nabi SAW. Ibnu Mas'ud pun membacakan Al Quran dihadapan Rasulullah SAW dari permulaan surah An Nisa, sementara beliau menyimak dan meresapi bacaan itu dengan sebaik-baiknya hingga 2 ayat berikut:
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakan dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar. Maka, bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)." [QS 4:40-41]

Rasulullah SAW nyaris tak mampu mendengar kedua ayat ini dan menangis tersedu-sedu. Betapa mendalamnya keimananmu kepada Allah SWT dan hari akhir, wahai penutup Rasul. Betapa agungnya kemanusiaanmu, kelembutanmu, ketinggian akhlakmu, dan kasih sayangmu kepada seluruh ciptaan Allah SWT
 
 
 

Logika Jitu dari Surah Ali Imran

80 ayat dalam Surah Ali Imran turun di tengah situasi yang boleh dibilang paling penting dalam sejarah dakwah Islam; yaitu perdebatan yang berlangsung antara Rasulullah SAW dengan delegasi pendeta Nasrani yang terpandang. Perdebatan ini diriwayatkan Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir Ath Thabari.

Delegasi ini terdiri dari 60 pendeta Najram. Mereka sengaja datang ke Madinah menemui Rasulullah SAW setelah mendengar kerasulannya dan kemenangan kaum muslim atas kaum musyrik Mekkah. Tujuan mereka ialah berdebat dengan Rasulullah SAW di depan khalayak dengan tujuan, agar Rasulullah SAW menerima keyakinan mereka bahwa Isa AS adalah anak Allah benar adanya. Tentunya mereka percaya diri bisa membungkan mulut Rasulullah SAW karena beliau tidak bisa membaca/menulis selama hidupnya.

Delegasi tersebut dipimpin sesepuh yang mereka hormati, Abdul Masih. Ikut pula Abu Haristah bin Alqamah, ketua keuskupan mereka. Mereka memiliki hubungan erat dengan kekaisaran Romawi. Karena raja-raja Romawi mengeluarkan dana kepada mereka untuk menyebarkan ajaran Nasrani di negeri itu. Semuanya terjadi sebelum munculnya dakwah Islam oleh Rasulullah SAW.

Sampailah delegasi itu di Masjid Rasulullah SAW di Madinah. Ketika mereka tiba, beliau tengah mengerjakan shalat Ashar bersama sejumlah sahabatnya. Seorang delegasi bertubuh kekar menabuh lonceng yang nyaris membuat Rasulullah SAW dan para sahabatnya gagal melaksanakan shalat Ashar. 

Lantas orang-orang berkumpul di sekitar delegasi Nasrani tersebut. Mata mereka tertuju pada pakaian kebesaran yang mereka kenakan dan lonceng besar yang membuat pening kepala. Missionaris tersebut pun hendak melangkah ke Masjid. Tatkala para sahabat mengalangi jalan mereka, Rasulullah SAW berkata, "Biarkan!" Rombongan Nasrani tersebut pun melakukan sembahyang menghadap ke timur. 

Seusai sembahyang, ketua uskup dan pemimpinnya menghampiri Rasulullah SAW dan berkata, "Kami mendengar yang kau dakwahkan, namun kami telah berserah diri (Islam) kepada Allah sebelummu.

"Kalian berdusta," Kata Nabi SAW, "tentang dakwaan kalian bahwa Allah SWT memiliki anak. Menyembah salib dan memakan babi telah menghalangi keislaman kalian."

"Jika Isa bukan anak Tuhan, lantas siapa bapaknya?" tanya Abu Haritsah. Saat itu turunlah wahyu yang membantu Rasulullah SAW. Allah SWT menurunkan surah Ali Imran perilah mereka sekaligus membantah kekafiran yang mereka ada-adakan dan sesembahan lain yang mereka ciptakan.

Nabi SAW bertanya, "Bukankah kalian mengetahui bahwa anak itu serupa dengan ayahnya?" 'Benar," jawab Abu Haritsah dan para pengikutnya.

"Bukankah kalian mengetahui bahwa Allah SWT Mahahidup dan tidak akan mati, dan bahwa Isa itu fana (mati)?" tanya Nabi SAW lagi. "Benar", jawab mereka.

Orang-orang memerhatikan dengan seksama perdebatan tersebut. Lalu Nabi SAW bertanya, "Apakah Isa memiliki sifat-sifat itu?" "Tidak. Isa tidak memberikan rezeki kepada siapapun," jawab mereka.

Nabi SAW lagi-lagi bertanya, "Bukankah kalian mengetahui bahwa segala sesuatu di muka bumi dan di langit tidak luput dari pengawasan Allah?" ''Benar", jawab mereka serempak. "Apakah Isa mengetahui semua itu, selain yang diajarkan (Allah SWT) kepadanya?" tanya Nabi SAW.

Ketika mereka menyutujui ucapannya, Rasulullah SAW kembali bertanya, "Bukankah kalian mengetahui bahwa Tuhan kita menciptakan Isa dalam lahir?" "Benar," jawab mereka. "Bukankah kalian mengetahui bahwa Isa dikandung ibunya sebagaimana wanita lainnya, kemudian melahirkan bayinya sebagaimana wanita lainnya, kemudian bayi itu diberi makan sebagaimana bayi lainnya, juga makan, minum, dan berhadas?" tanya Nabi SAW. "Benar," jawab mereka.

"Bukankah kalian mengetahi bahwa Tuhan tidak makan, tidak minum, dan tidak berhadas?" "Benar." "Lalu, bagaimana mungkin kalian menganggap Isa sebagai anak Tuhan?" tanya Nabi SAW sekali lagi.

Ternyata, logika Rasulullah SAW membungkam mulut mereka. Lalu mereka saling berpandangan dan diam 1000 bahasa. Kemuidan, mereka melangkah lunglai menuju pintu masjid dan keluar dalam keadaan diam dengan kepala tertunduk.

Minggu, 14 Oktober 2012

Kebahagiaan Hakiki

Kebahagiaan adalah tujuan setiap manusia di dunia ini. Tetapi, apakah arti kebahagiaan itu? Para filsuf dan penulis banyak membicarakan definisi kebahagiaan. Mereka memiliki pandangan berbeda-beda dalam faktor yang memungkinkan terwujudnya kebahagiaan hakiki. 

Meskipun terdapat perbedaan mengenai definisi kebahagiaan serta faktor penyebabnya, namun terdapat sejumlah prinsip yang tak dapat diperdebatkan:
  1. Kebahagiaan bersifat relatif.  Apa yang dapat membahagiakan seseorang, boleh jadi tidak dapat membahagiakan orang lain, bahkan mungkin menyebabkannya menderita.
  2. Secara umum manusia meyakini bahwa kehidupan dunia ini terbatas, dan manusia, betapapun nikmat kehidupannya, pasti akan menemui ajal.
Menyikapi prinsip pertama, soal relativitas kebahagiaan, setidaknya dapat dilihat 2 kelompok manusia: 
  1. Kelompok yang meyakini paham materialisme, yang menganggap bahwa harta duniawilah yang dapat mewujudkan kebahagiaan hidup. Bagi mereka, harta dapat mengenyam segala kenikmatan duniawi seperti makanan, tempat tingga, pakaian, dan berbagai perhiasan duniawi lainnya.
  2. Kelompok yang memercayai makna spiritual dari kehidupan dunia itu sendiri. Mereka adalah orang yang mencibir kemewahan duniawi sebagaimana diburu para pengikut materialisme. Kelompok ini menyadari bahwa kehidupan dunia adalah ladang akhirat.
Kelompok pertama menduga harta duniawi dapat memberikan kebahagiaan abadil. Ini terjadi lantaran budak harta tak pernah mengenal rasa puas. Semakin bertambah kekayaannya, maka semakin bertambalah pula kerakusannya dan semakin berambisi menumpuk pundi-pundi harta. Hal ini persis seperti yang dikatakan Rasulullah SAW:
"Seandainya manusia memiliki 2 lembah terbuat dari emas, niscaya ia berharap memiliki yang ketiga. Tiada yang bisa memenuhi perut manusia, kecuali tanah. Allah SWT menerima orang-orang yang bertobat. (HR Bukhari Muslim Tirmidzi Ibnu Majah Darimi Ahmad)"
Seyogianya manusia menghiasi dirinya dengan rasa cukup (qana'ah). Sebab, perasaan tersebut sebagaimana kata orang bijak, adalah "harta yang takkan pernah habis." Karena itu, orang kaya akan selalu hidup dalam kegelisahan, karena khawatir suatu hari kekayaannya akan lenyap. Mereka tak memiliki kepekaan dan cinta sejati terhadap orang-orang sekitarnya. Karena, mereka yakin bahwa orang yang berada di sekitarnnya hanya mengincar hartanya. Su'udzon ini juga mengarah kepada putra-putrinya. Mereka menduga bahwa anaknya mengharap kematiannya, agar bisa mewarisi kekayaan orangtuanya. Karena itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Zuhud terhadap kehidupan dunia dapat menentramkan hati dan jasad."

Kelembutan Rasulullah SAW

Para periwayat Nabi Muhammad SAW menyebutkan berbagai fakta yang menunjukkan kelembutan watak Rasulullah SAW. Beliau tak pernah marah kecuali terhadap orang yang melanggar ketentuan Allah SWT. Sebagai contoh: 
Suatu hari rombongan Yahudi mendatangi Rasulullah SAW yang saat itu asyik bercakap-cakap dengan istrinya, Aisyah. Ketika menghadap Nabi SAW, mereka mengucap "Assamu'alaikum." Mereka mengucapkan assam yang artinya kematian/kehancuran, sebagai ganti assalam yang artinya keselamatan/kesejahteraan.
Nabi pun menjawab, "Wa'alaikum (semoga kembali padamu)." Memahami maksud busuk mereka, Aisyah tak mampu menahan emosinya. "Bahkan kalian sendiri akan binasa. Allah SWT melaknat dan memurkai kalian!" Sergah Aisyah. Melihat Aisyah sangat marah, mereka pun pergi sambil menggeleng-gelengkan kepala
Melihat kejadian tersebut, Rasulullah SAW tersenyum lembut dan berkata, "Tahan, wahai Aisyah. Berkatalah yang lembut, jangan kasar." Masih dalam keadaan jengkel, Aisyah berkata, "Apakah Anda tak mendengar apa yang mereka ucapkan?" Sambil tersenyum, Nabi SAW balik bertanya, "Tidakkah engkau dengar apa yang kukatakan? Aku membalas ucapan mereka, dan balasan ku dikabulkan (Allah), sedangkan ucapan mereka tidak dikabulkan." (HR Muslim Tirmidzi)
 Allah SWT benar-benar mengabulkan ucapan Rasulullah SAW. Rombongan kaum Yahudi tersebut mati kehausan setelah tersesat di tengah Gurun Sahara.

Senin, 08 Oktober 2012

Manusia Berkepala Keledai

Sepertinya kisah ini tak masuk akal/fiktif, namun anehnya kisah ini diriwayatkan para perawi hadis terpecaya. Kisah ini juga diriwayatkan Ashbahani dan Abu Al Abbas Asham.

Karena keunikannya kisah ini perlu disampaikan, di samping karena pesannya menyentuh jiwa. Awam bin Hausyab RA, seorang sahabat, bercerita:

"Suatu ketika, aku singgah di sebuah pemukiman. Tak jauh dari pemukiman itu, terdapat kuburan. Setiap habis waktu 'Ashar, kuburan itu terbelah dan dari dalamnya keluar seorang lelaku berkepala keledai. Ia berteriak nyaring 3 kali, lalu ia kembali ke dalam liang lahat seperti sediakala. Sambil terheran-heran, aku melihatnya dengan mata kepalaku dan mendengarnya teriakannya dengan telingaku. Aku sedang tak berkhayal dan bermimpi. Aku juga tak akrab dengan khamar. Lagipula, aku tak dalam keadaan mabuk sehingga dapat mengatakan setan araklah yang membayang-bayangiku.
Saat berdiri terpaku layaknya orang kebingungan, aku melihat seorang wanita tak jauh dariku. Kedua matanya terpaut pada kubur itu. Wanita itu menatap dan mendekatiku. 'Kasihan! seandainya mengetahui akibatnya seperti ini, tentu ia takkan melakukan apa yang telah ia perbuat.'
'Siapa yang kau maksud?' tanyaku. 'Tidakkah engkau melihat saat ia keluar dari kuburnya kemudian berteriak sebanyak 3 kali, lalu masuk kembali dalam kuburnya?' tanya si wanita. Setelah mendengar itu, aku yakin bahwa aku tak sedang mengkhayal. Lalu aku bertanya kepadanya, 'Bagaimana kisah makhluk aneh ini?' 'Apakah engkau melihat wanita tua tanpa busana yang sedang duduk di tangga pintu?' tanya wanita itu sambil menunjuk ke arah rumah yang tak jauh dari kami.  Aku menoleh ke tempat yang ia tunjuk. Benar, aku melihat seorang wanita tua renta beruban. Ia mengamati sekitarnya dengan mata menerawang, sementara jemari kedua tangannya gemetar. Ia memang tak berbusana. 'Wanita renta ini sepertinya hilang ingatan,'  kataku padanya. 'Benar. Ia gila setelah kematian lelaki itu. Setiap waktu 'Ashar, ia duduk di atas tangga pintu untuk mendengar suara teriakan,' jelas wanita itu. 'Memang siapa yang meninggal dunia?' tanyaku keheranan. 'Putranya, putra satu-satunya. Ia perjaka, Yang terbelah itulah kuburannya. Ia berteriak 3 kali setelah itu kembali ke kuburnya seperti semula,' jawabnya. 
Ia melanjutkan ceritanya, 'Ia putra satu-satunya dan ayahnya telah meninggal dunia. Ayahnya meninggalkan sejumlah harta untuk dirinya dan ibunya. Mula-mula, sang ibu salah mendidik putranya, apalagi teman-teman sepergaulannya berperilaku sangat buruk. Mereka mengajarkan meminum minuman keras sehingga ia menjadi pemabuk berat. Sang ibu selalu menasehatinya, 'Wahai anakku, takutlah kepada Allah SWT dan tinggalkan minuman keras itu. Minuman keras dapat merusak kesehatanmu, juga kedudukanmu di antara manusia, sebagaimana pada hari Kiamat nanti kamu akan menjadi penghuni neraka.' Anak itu malah menetarwakan nasehat ibunya dan menentangnya. Menjelang kematiannya, ia meneguk minuman begitu banyak dan pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, sementara di belakangnya anak-anak kecil menyorakinya. Ia menoleh ke arah anak-anak dan bermaksud mengusirnya, tapi malah jatuh tersungkur dan tak dapat bangun kembali. Mengetahui hal itu, ibunya segera menyiramkan air dingin ke kepalanya hingga siuman dan dapat bangun kembali. Ibunya kembali menasehatinya agar tak lagi meminum minuman keras. Bukannya mendengar nasehat ibunya, ia malah berkata, 'Omonganmu tak ubahnya suara keledai.' Sang anak pun menghembuskan nafas terakhirnya hari itu, sementara ibunya menjadi gila karena kematiannya. Maka, jadilah ia keluar dari kuburnya setelah Ashar dan berteriak seperti keledai 3 kali, kemudian kembali masuk ke dalamnya. Demikianlah kisahnya."

Memang, kisah ini terlalu berbau fiktif, namun, di dalamnya banyak terkandung segudang pesan berharga yang harus kita perbuat di zaman globalisasi ini.

Wallahu alam bish-shawab

Minggu, 07 Oktober 2012

Revolusi Terpenting Sepanjang Sejarah

Istilah revolusi digunakan untuk menyebut segala perubahan mendasar yang terjadi pada suatu masyarakat/bangsa. Revolusi mengubah seluruh sistem atau sendri yang melandasi perjalanan suatu bangsa/masyarakat secara drastis.

Pada dasarnya, watak manusia cenderung pada sistem/tradisi yang menjadi kebiasaan. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa masing-masing bangsa berbeda sikap dalam setiap perubahan.

Umumnya, revolusi bertujuan untuk mewujudkan ambisi dan cita-cita penggagasnya, yang berujung pada pengambilalihan kekuasaan. Guna menggapai cita-citanya, penggagas revolusi berupaya membungkus gerakannya dengan berbagai slogan agar masyarakat yakin bahwa apa yang dilakukannya ini demi mewujudkan kebebasan, kemakmuran, keadilan, persamaan hak, dan berbagai janji manis lainnya.

Revolusi Perancis misalnya, yang dianggap sebagai revolusi utama demi menuntut hak-hak kaum yang tertindas, berubah menjadi pertempuran berdarah yang merenggut banyak nyawa yang dianggap pahlawan. Dan orang-orang yang dulunya mendengungkan kebebasan, persaudaraan, dan persamaan, malah memerintah secara tangan besi. Selain itu, diberlakukan pula aturan yang berisi perintah untuk melenyapkan mereka, karena dianggap sebagai musuh bangsa. Bahkan, dianggap sebagai musuh kebebasan yang dulu mereka gemborkan. Karena itu, para pemikir Perancis banyak meneriakkan yel-yel yang terus berdengung hingga masa-masa berikutnya, "Wahai kebebasan yang malang, sungguh banyak darah mengalir karena namamu."

Napoleon Bonaparte yang selalu memuji-muji prinsip Revolusi Perancis, berubah menjadi seorang diktator. Ia bahkan berambisi menghancurkan kebebasan bangsa Eropa hanya karena ingin menundukkannya dalam pangkuan imperium Perancis.

Revolusi Perancis dianggap sebagai revolusi terpentung di abad modern. Setelah terjadi di Perancis, di belahan dunia lain pun bergejolak revolusi yang mengatasnamakan slogan-slogan karangan mereka. Slogan-slogan atau lebih tepatnya ideologi yang diusung itu memiliki perbedaan. Namun kerap digunakan dalam tujuan yang sama, yakni untuk mengambil hati dan menjanjikan harapan-harapan masyarakat. Betapapun revolusi itu berhasil, namun cakupan keberhasilannya hanya bersifat lokal. Artinya, revolusi tak melampaui batas-batas umat atau negara di tempat revolusi itu berkobar.

Ironisnya, semua revolusi tersebut cenderung mengabaikan persoalan penting yang mesti dipenuhi demi kebangkitan masyarakat atau bangsa. Persoalan penting tersebut ialah akhlak. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak individu. Karena, masyarakat atau bangsa terbentuk dari kumpulan individu. Kata akhlak memiliki cakupan yang meluas dan mendalam. Para filsuf menggunakan istilah etika sebagai terjemahan dari penyebutan ilmu akhlak.

Para filsuf Yunani Kuno berambisi mendedah masalah akhlak, sejak Socrates - Aristoteles. Bahkan Plato banyak menekuni bidang ini dan menghasilkan karya khususnya yang terkenal seputar masalah etika yang berjudul Republika. Hanya saja, pengaruh filsafat terhadap masyarakat barat sangat terbatas dan bersifat sesaat. Demikian pula terhadap generasi-generasi berikutnya. Seandainya tak disebutkan dalam buku pelajaraan, Niscaya filsafat tak lama lagi akan menjadi tumpukan sejarah belaka dan dilupakan bangsa.

Allah SWT memilih Nabi Muhammad SAW untuk mengemban risalah Islam. Dia Yang Mahabijak dan Mahatahu memelihara Rasulullah SAW yang yatim piatu sejak umur 6 tahun dan memercayakannya untuk mengemban risalah Islam. Akhlak dan watak Nabi Muhammad SAW yang mulia serta kemanusiannya yang luhur sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi terbesar dan termulia yang pernah dikenal manusia sejak Allah SWT memerintahkan Adam dan Hawa turun dari surga hingga detik ini. Dakwah Islam yang diusung Nabi Muhammad SAW adalah revolusi moral.

Nabi Muhammad SAW diutus pada masyarakat pagan (penyembah berhala) Arab yang sarat dengan cacat dan kekurangan yang sewaktu-waktu dapat menggiring manusia ke jurang kehinaan abadi. Mereka yang kaya tidak menghargai yang miskin, mereka malah mencibirnya. Ini selaras dalam pepatah yang mengatakan, "Laparkanlah anjingmu, pasti ia akan mengikutimu." Mereka yang kuat memperlakukan yang lemah layaknya keledai miliknya. Bahkan, keledai mungkin lebih berharga daripada kaum pagan di muka bumi ini.

Raibnya keimanan dalam hati kaum musyrik dan kafir kepada keesaan Allah SWT dan kemahakuasaanNya mendorong mereka terus menerus berbuat maksiat. Mereka tak percaya kepada hati kebangkitan dan perhitungan amal manusia.

Prinsip-prinsip Islam yang angung dan hukum-hukumnya yang adil mustahil diyakini suatu umat selama individu-individu di dalamnya belum menggapi puncak moralitas kemanusiaan tertinggi. Mereka tak mungkin rela mengorbankan nyawanya demi membela dan menyebarkan Islam kepada umat lainnya sebagai rahmat bagi semesta alam.

Moralitas kemanusiaan tertinggi itu berwujud nilai-nilai moral yang hanya bisa diketahui dan dipahami seseorang melalui membaca Al Quran atau memerhatikan hadis-hadis shahih Nabi SAW. Karena itu tujuan utama diutusnya Muhammad SAW adalah revolusi moral. Tujuan agung dan gamblang ini dapat disimak dalam hadis shahih berikut:
"Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang luhur." (HR Bukhari Muslim)
 
Artinya, Rasulullah SAW menganggap akhlak yang luhur sebagai faktor utama diangkatnya beliau sebagai nabi dan rasul.

Wallahu 'a'lam bish-shawab.


Sabtu, 06 Oktober 2012

Lapang Dada



Saat bersama Rasulullah SAW, Jabir bin Abdullah RA mendengar seseorang bertanya tentang sifat-sifat orang beriman., Lalu berliau menjawab, "Lapang dada (samahah) dan sabar." (HR Ahmad)
 
Samahah mengandung makna yang luas dan beragam. Namun, makna yang terpenntung adalah pergaulan baik dengan sesama dan memaafkan kesalahan orang lain, baik lewat perkataan maupun tindakan.

Rasulullah SAW adalah sosok yang santun dan selalu berlapang dada. Para penulis riwayat hidup Rasulullah SAW banyak meriwayatkan hadis yang berkaitan dengan sifat-sifat Rasulullah SAW. Misalnya:
Rasulullah pernah membagi-bagikan harta rampasan perang kepada kaum muslimin. Dalam pembagian itu, Rasulullah SAW berlaku sangat adil. Namun rupanya seorang muslim anshar kurang berkenan dengan cara Rasul. Maka ia berbisik, "Demi Allah. Ini adalah pembagian yang tidak dikehendaki Allah." Seorang muslim lainnya mendengar bisikan tersebut dan lantas ia marah. Ia mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Mendengar itu, Nabi SAW pun sempat marah. Namun berliau mampu memadamkan amarahnya sembari berkata, "Musa AS pernah dicela lebih dari ini dan dia tetap bersabar. (HR Bukhari)
 
Selain kasus di atas, dalam Shahihayn dijelaskan bahwa:
Pada suatu hari Rasulullah SAW melakukan perjalanan bersama Umar bin Khattab RA. Tiba-tiba seorang Arab Badui mencegatnya dan meminta harta dengan cara yang tak sopan. Ketika Rasulullah SAW memberitahukan bahwa dirinya tak punya harta, lelaki Badu itu pun marah sejadi-jadinya dan memaki Rasul. Lantas Umar pun naik pitam dan mencabut pedang. Ia bermaksud membunuh lelaki tak beradab itu. Namun, Rasulullah SAW mencegahnya seraya berkata, "Wahai Umar! Bukanlah orang terkuat itu bukan orang yang bisa mengalahkan orang lain, Tetapi orang terkuat adalah orang yang mampu mengendalikan diri ketika marah." (HR Bukhari Muslim Malik Ahmad)
 
Hadis tersebut bermakna bahwa orang yang disegani, dihormati, dan kekuatannya orang lain bukanlah yang mudah menyerah kepada setan amarah dan tidak berbenteng kesabaran. Orang yang disegani adalah orang yang dapat mengendalikan diri ketika digejolak amarah.
 

Kamis, 04 Oktober 2012

Berpakaian Tapi Telanjang

Tren yang sedang mewabah ini adalah gambaran Rasulullah SAW kepada kaum wanita yang berbusana tapi masih memperlihatkan aurat. Misalnya, pakaian transpran dan tipis atau pakaian ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya seperti di samping.

Abu Hurairah RA meriwayatkam sebuah hadis tentang para wanita tersebut:
"Wanita yang berpakaian tapi telanjang adalah wanita yang provokatif dan menyimpang. Ia takkan masuk surga." (HR Bukhari)
 
Maksud "provokatif" adalah mengajak wanita lain untuk mengikuti apa yang menjadi kebiasaannnya, sebagaimana ia juga mengajal para pria untuk berbuat maksiat.

Wanita yang berpakaian tapi telanjang tentunya menyimpang dari jalan yang benar. Ironisnya, banyak sekali wanita sejenis itu yang berjejalan di tengah-tengah masyarakat, tanpa kenal malu sama sekali. Ada yang memakai celana panjang ketat yang benar-benar memamerkan lekuk tubuh sehingga benar-benar menarik nafsu syahwat para pria.

Dalam kondisi demikian, pria mukmin yang tunduk kepada Allah SWT dan Hari Perhitungan hendaknya tak memerhatikan mereka jika secara kebetulan bertemu di jalan atau tempat tertentu. Gambaran wanita berpakaian tapi telanjang tersebut cocok jika disamakan dengan kaum wanita yang mengenakan busana mini. Kejahatan wanita yang tampil memakai swimming suit di kolam renang/pantai lebih hebat di sisi Allah SWT daripada wanita berpakaian tapi telanjang.

Dalam hal ini, kita harus menyadarkan para orangtua dan suami yang membiarkan anak dan istrinya mengenakan celana ketat atau berbusana mini. Merekalah yang harus bertanggung jawab untuk semua itu. Dalam Al Quran, Allah berfirman:
"Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan berbatuan. Di dalamnya terdapat malaikat kasar dan keras. Mereka tidak pernah melanggar perintah Allah dan semua yang disuruh olehNya." [QS 66:6]
 
Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq bercerita, "Suatu hari adiknya yang bernama Asma, datang kepadanya. Saat itu, Rasulullah SAW sedang berada di rumah. Asma datang dengan mengenakan pakaian transparan. Rasulullah SAW pun berpaling enggan melihatnya. Lalu dengan tegas, beliau berkata, 'Apabila wanita pernah mengalami balig (haid), seluruh tubuhnya tak boleh terlihat kecuali ini (beliau menunjuk ke wajah dan telapak tangannya).'"

Setelah wanita itu balig, tanda-tanda kegadisannya pun mulai tampak di sekujur tubuhnya, sehingga pandangan pria terhadapnya akan berbeda. Jika mengenakan pakaian transparan yang menampakkan aurat tubuhnya, maka ia telah berdosa besar.


Rabu, 03 Oktober 2012

Nasihat Akhir Zaman (Oleh Uztad Dadang Khaerudin)

Siapa tidak miris jika melihat potret buram kehidupan manusia di akhir jaman sekarang ini. Gaya hidup "hayawaniyyah" yang kian merajarela ditandai dengan tidak terbendungnya perilaku kriminalitas dan pergaulan bebas tidak hanya pada kalangan dewasa namun juga sudah merambah pada kalangan anak-anak dan remaja. Tidak dipungkiri kalau kehadiran teknologi informasi yang semakin maju namun disalahgunakan telah ikut menyumbang bejatnya moral di tengah-tengah kehidupan manusia saat ini.

Pertanyaan yang seringkali muncul mengiringi kenyataan seperti di atas adalah apa solusi yang tepat agar kita bisa menbentengi diri sehingga tidak terbawa arus derasnya kehidupan jaman yang semakin hari semakin menyesakkan?

Para ahli berusaha keras mencari solusi tersebut. Berbagai pendekatan dan sudut pandang terus digali agar bisa keluar dari kenyataan yang memilukan ini. Tapi sebagai ummat Islam, kehidupan akhir jaman seperti ini sudah sejak jauh-jauh hari diramalkan Rasulullah. namun beliau telah menyediakan solusi jitu agar setiap ummat Islam tidak tenggelam didalamnya. Kata kunci dari salah satu dari solusi yang ditawarkan Rasulullah diungkap dalam hadits berikut ini:
Dari Tamim ad-Dari bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya, "Nasihat untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka." ( HR Muslim ).
 
Terdapat dua kata dalam hadits di atas yang menjadi kata kunci yang saya maksud, yaitu : Agama dan Nasihat. Kata pertama menjadi jawaban dari solusi, dan kata kedua menjadi jawaban dari fungsi. Jelasnya, solusi keluar dari kondisi akhir jaman yang carut marut, agama jawabannya, karena agama mengandung unsure penting yang disebut nasehat. Semrawutnya akhir jaman tak bisa dilepaskan dari akibat pengisi akhir jaman tersebut yang "amburasut' ( kacau ), karenanya diperlukan kata-kata bermakna untuk meluruskan kesemrawutan tersebut, dialah yang disebut nasehat.

Lebih jauh mengenai maksud hadits di atas, redaksi "agama adalah nasehat" kurang lebih sama pengertiannya dengan redaksi dalam salah satu hadits Rasulullah yang berbunyi : "Haji adalah arafah". Meruju pada redaksi ini, wukuf di arafah dipandang seolah mewakili sepenuhnya dari manasik haji. Padahal manasik haji begitu banyak. Ini menunjukkan bahwa wukuf di Arafah merupakan tiang dan bagian terpenting dari haji. Demikian halnya dengan "agama adalah nasehat'. Nasehat merupakan tiang dan penopang agama. Dengan kata lain, agama ( Islam ) memiliki fungsi menasehati dan meluruskan segenap manusia agar tidak tersesat.

Secara kebahasaan, Kata an-nashihah tidak memiliki padanan kata, an-nashihah berasal dari kata an nush-hu yang menunjuk pada beberapa makna, seperti bersih, bebas dari para sekutu, rapat dan tidak berjauhan. Secara istilah, makna nasehat secara umum dimaknai sebagai pandangan yang diberikan dengan harapan datangnya kebaikan pada orang yang dinasihati.

Definisi di atas hanya berlaku pada sesama manusia. Dan menjadi berkembang ketika kata nasehat tersebut disandarkan pada Allah, kitab dan rasul-Nya sesuai yang tercantum dalam hadits di atas. Jika "nasihat" dalam hal ini merupakan kata kerja, maka kata tersebut memerlukan subjek dan objek. Jika nasehat disandarkan pada kaum muslimin, maka agama menjadi subjek dan kaum muslimin sebagai objek. Sementara kata "nasehat" yang disandarkan kepada Allah, kitab-Nya dan Rasul-Nya, maka Allah, kitab dan rasul-Nya merupakan subjek yang melahirkan dan menjaga otensitas dari agama itu sendiri. Agama sebagai media dan objeknya tetap segenap manusia. Sehingga sebagian pandangan mengatakan bahwa yang dimaksud nasehat yang disandarkan kepada ketiganya adalah merapatnya hubungan seorang hamba dengan ketiganya dan menunaikan hak-hak mereka dengan baik.

Ibnu Daqiqil 'Id memberi penjelasan hadits ini yang saya ringkas sebagai berikut :

1. Nasihat untuk Allah maksudnya hendaknya segenap manusia tetap beriman semata-mata kepadaNya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, menaatiNya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata karenaNya.

2. Nasihat untuk kitab-Nya maksudnya beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada RasulNya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun.

3. Nasihat untuk RasulNya maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun setelah wafat.

4. Nasihat untuk para pemimpin umat islam maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo'akan mereka agar mereka mendapatkan kebaikan.

5. Nasihat untuk seluruh kaum muslim maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi mereka dalam urusan dunia dan akhirat.

Jika kelima komponen nasehat yang terlahir dari agama diatas merapat pada setiap insane saat ini, maka segala kebejatan yang kita saksikan di akhir jaman ini tidak dapat menggerus perjalanan hidup kita. Meski akhir jaman identik dengan segala keburukan, namun dengan nasehat, akhir jaman akan menjadi akhir yang indah.

Wallahu a'lam bish-shawab.




Sumber

 

Cinta dan Penghormatan Wanita dalam Islam


Ketika berbicara tentang cinta, maka yang dimaksud adalah cinta yang diterima masyarakat. Penerimaan masyarakat hanya mungkin terjadi jika hubungan percintaan tersebut mengarah kepada pernikahan. Dalam setiap masyarakat, pernikahan dianggap sebagai hubungan percintaan yang absah, diridhai Allah dan direstui banyak orang.
 
Dalam upaya memahami hakikat pernikahan, akan dihadapi sejumlah persoalan yang cukup pelik. Sebelum membahas semuanya, lebih dulu akan dibahas soal keharusan saling menghormati antara pria dan wanita. Karena cinta sejati yang seharusnya menjadi landasan pernikahan harus dibangun di atas pilar saling menghormai dan menghargai. Akan tetapi, kata penghormatan acap kali dipahami secara keliru oleh sebagian kalangan dan kaitannya dengan hubungan saling mencintai antara suami istri. Perlu dicatat bahwa masalah lamaran dan pertunangan erat kaitannya dengan persoalan yang disinggung dalam pembahasan ini.
 
Harus dicamkan bahwa pernghormatan suami terhadap istri sama sekali tak mengurangi kehormatan dan kewibawaannnya. Hal ini juga sama sekali tidak terkait seperti yang disinyalir Al Quran bahwa pria adalah iman wanita. Di sisi lain, hendaknya seorang istri bekerja secara teratur dan terarah demi mewujudkan kebahagiaan bagi semua. Inilah realitas kehidupan yang harus diarungi. Ibarat tubuh, manusia memiliki 2 lengan. Lengan yang kanan biasanya lebih kuat daripada yang kiri (atau sebaliknya). Perbedaan seperti ini tak membahayakan tubuh manusia dan tak menghalangi kedua lengan untuk saling bekerjasama.
 
Dalam kehidupan keluarga, tiada pemimpin mutlak. Ketika suami bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan keluarga, maka seorang istri bertindak sebagai pelaksana dalam istana rumah tangga, seperti mengatur rumah dan menghidangkan makanan,
 
Seorang istri juga memiliki tugas suci yang dapat mengangkat harkatnya, yang tak dimiliki lelaki, yakni sebagai ibu. Suami wajib menghormati dan memperlakukan istrinya dengan baik. Karena, menghormati istri berarti pula menghormati diri sendiri. Setiap istri memiliki nama baik suaminya. Oleh karena itu, ia harus memelihara kehormatan dan martabat seorang suami. Ia juga harus mengatur distribusi belanja yang lazim dipenuhi suami. Istri yang merasa mendapat penghormatan suaminya akan semakin mencintai dan mengangkat citranya di depan khalayak. Ia juga berusaha untuk menghindari sikap boros yang tak disukai suaminya. Dengan demikian, beragam masalah yang sering mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi keutuhan rumah tangga dapat dihindari. Hukum  Islam mengangkat citra dan kedudukan wanita dalam masyarakat ke tingkat yang menjadikannya dihormati dan disegani lelaki muslim yang mengenal hakikat dan esensi Islam.

Selasa, 02 Oktober 2012

Abu Dzar Al Ghifari: Hidup Dalam Kesederhanaan

.

Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku yang suka menyamun dan membunuh orang yang tersesat ke wilayah mereka. Namun hal itu tak menghalangi Abu Dzar untuk bertemu kebenaran. Rasulullah SAW tersenyum kagum begitu mengetahui Abu Dzar yang berasal dari suku yang terkenal ganas di padang pasir. Abu Dzar langsung merasakan manisnya iman begitu ia memeluk Islam. Ia dipukuli sampai hampir mati karena meneriakan kalimat Syahadatain di depan orang-orang kafir.

Tokoh Bani Ghifar

Bani Ghifar adalah suku pedalaman padang pasir. Mereka ditakuti karena sering merampok barang orang yang berada di wilayah mereka. Namun, orang juga menyanjung kebolehan kaum Ghifar yang sanggup melakukan perjalanan jauh dan sulit. Abu Dzar adalah salah satu tokoh Banu Ghifar. Ia menempuh jarak jauh dari pedalaman menuju Mekkah karena tertarik akan desas-desus tentang orang yang mengaku Rasul (Muhammad SAW).

Memeluk Islam

Abu Dzar menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda." Rasulullah menjawab, "Ini bukan syair hingga dapat digubah. Ini adalah Al Quran yang mulia." "Bacakanlah kalau begitu", pinta Abu Dzar. Maka Rasulullah pun membacakan Al Quran. Terketuklah hati Abu Dzar Al Ghifari untuk memeluk Islam tanpa ragu lagi.

Berdakwah Terang-Terangan

Baru saja ia memeluk Islam, semangat Abu Dzar langsung menjulang tinggi. Tanpa menunda lagi ia pergi ke Masjidil Haram dan berteriak, "Asyhadu alla ilaha 'ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah." Suara itu menggelegar di tengah-tengah pembesar Quraisy yang tengah menyembah berhala. Sontak hal ini membuat hati mereka gelisah dan akhirnya mereka menghajar Abu Dzar Al Ghifari.

Mungkin saja pada saat itu Abu Dzar akan bertemu ajalnya, namun datanglah Abbas bin Abdul Muthalib yang mengingatkan, "Wahai orang Quraisy! Anda semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan melewati perkampungan Bani Ghifar. Orang ini adalah salah satu warganya. Ia bisa saja menghasut kaumnya untuk merampok kafilah kalian nanti."

Maka orang-orang Quraisy pun membebaskan Abu Dzar yang tubuh dan wajahnya membengkak. Tapi Abu Dzar tak berhenti sampai di situ. Ia terus mengejek berhala secara terang-terangan.

Membawa Rombongan Besar

Suatu hari penduduk Madinah dikejutkan dengan kedatangan rombongan besar orang. Bila saja mereka tak bertakbir, penduduk Madinah akan mengira mereka sebagai musuh. Ternyata mereka adalah orang-orang dari Banu Ghifar dan Banu Aslam yang telah diislamkan oleh Abu Dzar Al Ghifari. Semuanya tak ketinggalan: wanita, anak-anak, remaja, tua dan muda, ada dalam rombongan.

Pemberi Peringatan akan Kemewahan Dunia

Abu Dzar hidup tenang di masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Ia menilai kedua khalifah itu benar-benar melaksanakan perihidup Rasulullah SAW yang sederhana dan jauh dari  kehidupan bermewah-mewah. Namun di masa kekhalifahaan Usman bin Affan, ia mulai gelisah karena mulai banyak pejabat yang tertarik kemewahan dunia.

Sebenarnya ia ingin langsung menghantam orang yang hidup bermewah-mewah tersebut. Namun ia teringat sabda khusus dari Rasulullah yang dialamatkan kepadanya, "Bersabarlah wahai Abu Dzar, sampai engkau menemuiku." Maka Abu Dzar pun menyimpan pedangnya dan mengangkat lidah. Ia berseru, "Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan disetrika api neraka, menyetrika kening dan pinggang mereka di Hari Kiamat.

Pulang ke dalam Kasih Sayang Allah SWT

Karena merasa nasihatnya tak diterima, Abu Dzar beserta istrinya mengasingkan diri di Rabadzah. Di tempat itulah ia wafat. Jenazahnya dishalatkan serombongan kaum muslimin yang lewat. Benarlah ucapan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, "Anda berjalan seorang diri, mati seorang diri, dan dibangkitkan nanti seorang diri pula (karena keistimewaannya)."
 

Senin, 01 Oktober 2012

Tamu Surga

Allah SWT menyebutkan tamu-tamu surga. Khususnya orang-orang yang suka menyedekahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.

Hal tersebut menunjukkan pentingnya akhlak luhur bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Bukankah muslim yang paling mulia kedudukannya di sisi Allah SWT adalah yang termulia akhlaknya? Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di jalan Allah SWT, baik di waktu lapang maupun sempit, disebut dermawan. Sementara orang bakhil adalah orang yang kikir dalam mendermakan hartanya kepada irang yang membutuhkan, sekalipun ia adalah kerabatnya sendiri. Anas bin Malik RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Kedermawanan adalah pohon surga yang dahan-dahannya berada di dunia; barangsiapa menggantungkan dirinya di salah satu dahannya, niscaya pohon itu akan mengantarkannya ke surga. Sementara kebakhilan adalah pohon di neraka yang dahannya ada di bumi; barangsiapa menggantungkan dirinya di salah satu dahannya, niscaya pohon itu akan mengantarkannya ke neraka."
 
Imam Ali bin Abi Thalib RA berkata:
"Orang dermawan dekat dengan Allah SWT, surga, dan manusia, namun jauh dari neraka. Sedangkan orang bakhil (kikir) jauh dari Allah SWT, surga, dan manusia, namun dekat dengan neraka."
 
Allah SWT berfirman:
"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS 59:9]
 
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang menahan diri dari bujukan dari hawa nafsunya seperti egoisme dan kikir terhadap orang lain akan memperoleh pahala dari Allah SWT dan kenikmatan surga yang abadi.

Dalam hati seorang muslim tak mungkin untuk mengatakan mustahil berbaur antara kekikiran dan keimanan sejati kepada Allah SWT dan hari akhir. Karena, kecintaan berlebihan terhadap harta benda adalah watak dahriyyin, yaitu orang-orang yang tak beriman pada kehidupan akhirat dan hari perhitungan (meskipun di hadapan orang lain ia mengaku beriman). Dalam sebuah ayat yang ditujukan kepada Nabi SAW, Allah SWT berfirman:
"Katakanlah (Muhammad), 'Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendarahaan-perbendarahaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.' Dan adalah manusia itu sangat kikir." [QS 17:100]
 
Orang yang dimaksud ayat ini adalah orang kafir yang menyekutukan Allah SWT serta mendustakan hari kebangkitan dan hari perhitungan seraya berkata, "Sesungguhnya kehidupan itu hanyalah kehidupan dunia ini saja. Kita hidup sekali saja (di dunia) dan tiada kehidupan sesudahnya. Tiada yang bisa memberi kita kecukupan pada kita, kecuali 'masa' (dahr) itu sendiri!" Karena watak itulah mereka dijuluki dahriyyun.

Pada kenyataannya, sebagaimana kata Imam Ali, orang bakhil akan tersingkir dari lingkungan manusia lantaran dibenci. Demikian pula, si bakhil enggan bergaul karena khawatir orang lain akan meminta sesuatu darinya, Ini sangat berbeda dengan seorang dermawan yang justru mencintai orang lain yang juga mencintainya.

Sikap saling mencintai di antara orang-orang beriman diperintahkan Allah SWT dan RasulNya, karena cinta sejati adalah mata air segar bagi kasih sayang antar sesama insan. Kasih sayang merupakan faktor yang menyebabkan seseorang masuk surga, sebagaimana disinyalir dalam Al Quran surah Al Balad:
"Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan berperan untuk saling berkasih sayang. Mereka adalah golongan kanan." [QS 90:17]
 
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang kafir, tapi berkasih sayang sesama mereka." [QS 48:29]
 
Karena itu, surga keabadian pada hakikatnya adalah surga bagi hati. Sebelum surga bagi tubuh.
 

Keutamaan Surah Al Waqi'ah

Di balik bacaannya yang indah, surah satu ini juga menyimpan beragam kandungan bermanfaat di dalamnya, seperti cerita berikut ini:

Utsman bin Affan RA mengetahui bahwa Abdullah bin Mas'ud sedang sakit parah yang kemungkinan besar akan berujung kepada ajalnya. Buru-buru ia menjenguknya. Terjadilah dialog di antara keduanya:

Utsman bertanya, "Apa yang ingin kau keluhkan?"

Ibnu Mas'ud berkata, "Dosa-dosaku."

"Mengapa engkau tak memanggil seorang tabib?" tanya Utsman lagi.

"Tabib hanya menambah parah sakitku." sahutnya.

"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Aku hanya menginginkan rahmat Tuhanku!"

"Bolehkah aku memerintahkan untuk memberi harta [kepadamu]?"

"Engkau mencegah sesuatu dariku, padahal aku membutuhkannya; dan engkau memberikan sesuatu padaku, padahal aku tidak membutuhkannya." (Abdullah bin Mas'ud mengatakannya karena merasa ajalnya sudah dekat. Karenanya ia tak lagi membutuhkan harta kekayaan.)

"Harta itu untuk putri-putrimu," desak Utsman.

Abdullah bin Mas'ud tergolong sahabat dekat Rasulullah SAW. Menurutnya, barangsiapa membaca surah Al Waqi'ah setiap malam maka orang tersebut takkan tertima kefakiran selamanya. Abdullah bin Mas'ud lalu berkata, "Mereka tidak butuh [harta] itu. Aku menyuruh mereka membaca Surah Al Waqi'ah."

Abu Abdillah, seorang ulama pendahulu yang shaleh mengatakan, "Barangsiapa membaca surah Al Waqi'ah setiap malam Jum'at, Allah SWT akan mencintainua dan menjadikan semua orang mencintainya serta selamanya takkan pernah mengalami kesengsaraan, kefakiran dan penderitaan dunia lainnya."

Sabtu, 29 September 2012

Menipu Diri

Menipu diri sendiri merupakan penyakit jiwa paling berbahaya yang mungkin dialami oleh manusia. Bila manusia benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, serta meyakini bahwa Allah mengetahui segala yang terbesit di benaknya dan mencatat seluruh amalnya untuk dipertanggungjawabkan di Yaumul Hisab kelak, niscaya takkan pernah terjadi perilaku negatif sebagaimana yang tengah menjamur akhir-akhir ini; dekadensi moral, bobroknya nilai kehidupan serta larut dengan hawa nafsu duniawi dan kemewahan.

Tak sedikit manusia yang ketika mengingat Allah SWT dan Yaumul Hisab menegaskan keimanannya terhadap semua itu, namun justru pemikiran dan akhlaknya sama sekali tidak mencerminkan keimanannya tersebut. Allah SWT telah menggambarkan orang semacam ini dalam Surah Al Baqarah sebagai berikut:
"Di antara manusia, ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian', padahal mereka bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan mereka tak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [QS 2:8-10]
 

 

Sabtu, 08 September 2012

Kesombongan Iblis


“Ana khairun minhu”, saya lebih baik dari dia. Itulah kalimat iblis ketika Tuhan menanyakan alasan mengapa ia tidak mau melaksanakan perintah, sujud kepada Adam. Iblis menambahkan, “Khalaqtani min nar wa khalaqtahu min tin”, Engkau menciptakan aku dari api dan menciptakan dia (hanya) dari tanah. (QS al-A’raf 12). Itulah kesombongan iblis, merasa diri lebih mulia karena asal kejadian.
Kesombongan iblis rupanya adalah sebuah penyakit yang juga bisa menular kepada manusia. Bahkan, iblis secara aktif menularkannya kepada anak cucu Adam. Pernyataan dan sikap ana khairun minhu sekarang bahkan lebih banyak digunakan oleh manusia.
Jika iblis merasa diri lebih baik karena asal penciptaannya, manusia juga tertular kesombongan karena keturunan seperti itu. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita dengan sabda beliau, “Semua kalian berasal dari Adam dan Adam (diciptakan) dari tanah. Tidak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali karena takwa.”
Sabda Nabi tersebut hendak menyadarkan kita agar tidak menjadi angkuh karena keturunan. Kemuliaan hanya bisa dicapai dengan takwa. “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.” (QS al-Hujurat:13).
Lebih mencengangkan lagi, ternyata manusia mengembangkan prinsip ana khairun minhu hampir dalam semua lapangan kehidupan. Dengan prinsip itu, manusia kemudian saling bersaing tidak sehat, lalu saling membenci, saling bermusuhan, saling menjatuhkan, bahkan ada yang sampai saling membunuh.
Ketika manusia memperebutkan sebuah jabatan, misalnya, masing-masing menggunakan jurus ana khairun minhu itu. Berbagai teknik digunakan untuk memengaruhi opini orang bahwa dialah yang lebih baik. Oleh karena itu, dia lebih layak untuk dipilih. Baliho, spanduk, brosur, stiker, iklan, dan berbagai macam teknik komunikasi massa digunakan untuk menyatakan ana khairun minhu, saya lebih baik dari dia.
Sebenarnya, untuk meraih prestasi, manusia boleh saja, bahkan dianjurkan untuk menjadi yang terbaik, menjadi the best. Manusia harus menunjukkan prestasi terbaik atau produk kerja terbaik. Tapi, berusaha menjadi yang terbaik tidak sama dengan merasa yang paling baik. Yang pertama adalah sebuah upaya positif, yang kedua adalah sebuah kesombongan.
Lebih berbahaya lagi ketika kesombongan ana khairun minhu itu digunakan oleh seorang penguasa. Ia tidak akan suka dikritik. Ia selalu ingin dipuja-puja. Ia memfasilitasi hidupnya dengan berbagai kemewahan. Ia tidak mau melihat ada orang lain yang lebih unggul yang bisa menggantikan kedudukannya. Ia lalu menggunakan berbagai cara dan muslihat untuk mempertahankan
Demikian sedikit gambaran betapa kesombongan iblis telah merasuki manusia sehingga menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Dampak negatifnya bisa semakin meluas dan merusak jika tidak segera disadari. Karena itu, kita harus sadar dan menyelamatkan diri dari proses dehumanisasi akibat penyakit iblis tersebut. Insya Allah kita akan sejahtera bila kita menghilangkan sifat tersebut. Wallahu a’lam.

Bagaimana Islam Memperlakukan Wanita


Suatu hari di Turki, seorang orang asing sedang bertanya kepada seorang ulama. Dia melontarkan beberapa pertanyaan kepada ulama
“Kenapa dalam Islam wanita tidak boleh bersalaman dengan pria?” Ulama balik bertanya “Bisakah kau bersalaman dengan ratu Elizabeth?"
Orang asing menjawab : “Oh, tentu tidak. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bersalaman dengannya.” Ulama tersenyum dan berkata : “Wanita-wanita kami (kaum muslimah) adalah para ratu, dan ratu tidak boleh bersalaman dengan pria sembarangan (yang bukan muhrimnya).
Lalu orang asing bertanya lagi : ” Kenapa wanita islam menutupi tubuh dan rambut mereka?” Ulama tersenyum dan menunjukan 2 permen. Ia membuka yang pertama terus yang 1 lagi tertutup. dia melemperkan keduanya menuju lantai yang kotor. Ulama bertanya : “Jika saya meminta anda untuk mengambil 1 permen, manakah yang anda pilih?” Orang asing menjawab : “Yang tertutup lah.” Sang ulama pun berkata : “Itulah cara kami memperlakukan dan melihat perempuan (muslimah).

Halalnya Jual Beli Menurut Islam


Berdagang merupakan pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam islam. Melalui ayat dalam Al Quran dan Sunnah hal itu ditegaskan bahwa seseorang supaya pergi berdagang. Namun islam juga mengingatkan agar tidak berbuat curang dalam berdagang.
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [QS 2:275]
Namun belakangan banyak muncul barang-barang tiruan yang memiliki merek sama namun kualitas yang berbeda, sehingga banyak orang yang tertipu. Hal seperti itu tidak dibenarkan dalam islam, sesuai sabda rasulullah: 
“Wahai para pedagang, hindarilah kebohongan.” (HR. Thabrani).
Islam menganjurkan dalam jual beli harus jujur, tidak menutup-nutupi sesuatu yang akan dijual, dan tidak menyebutkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam barang yang ditawarkan.
“Seutama-utama usaha dari seseorang adalah usaha para pedagang yang bila berbicara tidak berbohong, bila dipercaya tidak berkhianat, bila berjanji tidak ingkar, bila membeli tidak menyesal, bila menjual tidak mengada -gada, bila mempunyai kewajiban tidak menundanya dan bila mempunyai hak tidak menyulitkan.” (HR. Ahmad Thabrani Hakim).
Bagi penjual yang jujur akan ada hikmah yang akan di dapat, selain kepercayaan dari pembeli, pedagang tersebut juga akan mendapatkan tempat yang mulia kelak di akhirat bersama para Nabi dan Syahid
“Pedagang yang jujur serta terpercaya (tempatnya) bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati Syahid pada hari kiamat.” (HR. Bukhari Hakim Tirmidzi Ibnu Majjah)
Kejujuran dalam berdagang oleh Allah Ta’ala ditegskan dalam beberapa hadits Qudsi -Nya berikut ini:
“Aku yang ketiga (bersama) dua orang yang berserikat dalam usaha (dagang) selama yang seorang tidak berkhianat (curang) kepada yang lainnya. Apabila berlaku curang, maka Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Dawud)
“Sesama Muslim adalah saudara. Oleh karena itu seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, namun ia tidak menjelaskan cacat tersebut.” (HR. Ahmad lbnu Majaah)
“Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu barang dengan tidak menerangkan (cacat) yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang tahu (cacal) itu, tapi tidak menerangkannya.” (HR. Baihaqie)
“Sebaik-baik orang Mu‘min itu ialah, mudah cara menjualnya, mudah cara membelinya, mudah cara membayarnya dan mudah cara menagihnya.” (HR. Thabarani)

Kamis, 06 September 2012

Tabir Keagungan


Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"2 surga terbuat dari perak; bejana-bejananya dan segala yang terdapat di dalamnya. 2 surga terbuat dari emas; bejana-bejananya dan segala yang terdapat di dalamnya. Di surga 'Adn, penghuni surga dapat melihat wajah Tuhan. Karena selendang (tabir) keagunganNya tersingkap dari wajahNya." (HR Bukhari Muslim Tirmidzi Ibnu Majab)
 
Dalam hadis ini, Nabi SAW menggambarkan hilangnya tabir yang menghalangi seseorang untuk melihat wajah Allah SWT dengan tersingkapnya selendang keagunganNya. Memang seperti biasanya, beliau selalu memakai kiasan-kiasan dalam menuturkan sabdanya agar lebih mudah dipahami. Bukhari menyebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
Serombingan kaum muslimin menjumpai Muhammad SAW. Lantas mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah pada hari Kiamat kelak kami melihat Tuhan?" Rasulullah balik bertanya, "Sulitkah kalian melihat bulan di malam purnama?" Mereka menjawab, "Tidak." Lalu Muhammad SAW bertanya lagi," Sulitkah kalian melihat matahari yang tak tertutupi awan?" Mereka menyahut "Tidak." Nabi SAW melanjutkan, "Demikian pula kalian akan melihatNya." (HR Bukhari Muslim Abu Daud Ahmad)
 
Para ulama mengulas hadis yang menerangkan Zat Ilahi. Mereka sepakat bahwa tak satupun mahluk yang menyerupaiNya. Dia Maha Suci dari bertubuh, berpindah-pindah dan semua sifat yang menjadi ciri khas setiap mahlukNya.

Ketika Allah menampakan ZatNya kepada kaum mukmin di akhirat, mereka langsung mengetahui bahwa Dialah Tuhan yang mereka sembah, cintai dan agungkan. Mereka mengenal Tuhan, meski mereka belum pernah melihatNya. Karena, mereka mengenal Tuhannya dengan hati yang telah dibekali penglihatan yang benar. Ketika menatap Tuhannya, orang beriman pasti merasakan kebahagiaan sejati yang tak sekalipun dirasakan sebelumnya. Kebahagiaan dan kegembiraan itu jauh lebih berarti daripada masuk surga serta segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Muslim menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Ketika para ahli surga memasuki surga, Allah SWT bertanya kepada mereka, "Apakah kalian mengharapkan sesuatu yang perlu Aku tambahkan?" Mereka berkata, "Bukankah Engkau memutihkan wajag kami? Bukankah Engkau memasukkan kami ke surga dan membebaskan kami dari neraka?" Maka Allah SWT menguak hijabNya. Sungguh, tiada satupun yang lebih mereka senangi selain memandang Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung." (HR Muslim)
 
Sudah seharusnya kita memohon kepada Allah SWT agar semoga kita dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang beruntung dengan melihat wajahNya di akhirat kelak. Inilah keberuntungan sejati yang kita dambakan.

Senin, 03 September 2012

Luasnya Kemurahan Allah SWT

Allah SWT berfirman:
"Yang mengampuni dosa lagi menerima tobat lagi keras hukumNya, Yang mempunyai karunia. Tiada tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya kembali (segala mahkluk)." [QS 40:3]
Allah SWT mengiringi itu dengan penegasan bahwa Dia sangat keras siksaNya agar manusia tidak melakukan kesalahan dengan menyia-nyiakan rahmat dan pengampunanNya sehingga tersesat dalam kenistaan,

Allah SWT menganjurkan semua kaum beriman untuk segera bertobat dari dosa yang dilakukan, Karena itu, Jibris AS turun membawa firmanNya kepada Rasulullah SAW yang ditujukan kepada seluruh hambaNya:
"Katakanlah, "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, Dialah Yang Maha Mengampun lagi Maha Penyayang. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi." [QS 39"53-54]
Tauban, pembantu Rasulullah SAW mengatakan bahwa setelah Jibril mewahyukan ayat ini, Nabi SAW terlihat sangat bergembira. Sebab, wahyu tersebut berisi rahmat kepada kaum muslimin. Beliau bersabda: "Aku lebih menyukai ayat ini daripada mempunyai dunia dan seisinya. Demikian pula, Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib berkomentar tentang ayat ini: "Tiada 1 ayat pun dalam Al Quran yang lebih luas cakupannya dari ayat ini."

Menurut sebagian kalangan, ayat ini turun berkaitan dengan wahsyi, mantan budak Hindun binti Utbah yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Muhammad SAW) dalam perang Uhud yang kemudian membelah perutnya dan mencabut hatinya untuk diserahkan kepada majikannya. Setelah memeluk Islam, ia masih diliputi rasa cemas jangan-jangan tobatnya tak diterima. Ketika ayat ini turun, hatinya terasa tentram. Namun demikian, Rasulullah SAW menegaskan bahwa ayat tersebut dialamatkan kepada seluruh kaum muslimin.

Sebagian ulama menegaskan bahwa ayat ini tiada hubungannya dengan keislaman Wahsyi. Ayat ini turun saat Rasulullah SAW berada di Mekkah, sedangkan Wahsyi baru memeluk Islam beberapa tahun setelah turunnya ayat tersebut.

Allah Tuhan Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang berfirman mengenai hak-hak hambaNya yang patuh, bertobat, giat beribadah dan beriman dengan ketuhanan dan keagunganNya:
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu, niscaya ia mendapat (pembalasan) dosanya. (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan ia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal shaleh. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikann. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya ia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya." [QS 25:67-71]
Ibnu Abbas, Mujahid dan As Suddi menafsirkan, Allah SWT menghapuskan kesalahan hamba yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir. Kejahatan mereka kan diganti dengan kebajikan. Tafsiran ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan Abu Dzar Al Ghifari. Hadis ini disebutkan dalam kitab Shahih Muslim. Rasulullah SAW bersabda: "Aku melihat orang yang paling akhir masuk surga dan ahli neraka yang paling akhir keluar dari neraka. Seseorang dihadapkan kepada Allah SWT pada hari Kiamat, lalu Allah SWT berkata kepada malaikat, "Pelihatkanlah kepada dosa-dosanya yang kecil dan hapuskanlah dosa-dosanya yang besar." Maka diperlihatkanlah kepadanya dosa-dosanya yang kecil. Kemudian dikatakan kepadanya, "Engkau melakukan pada hari itu demikian; dan melakukan pada hari itu demikian, demikian dan demikian; dan melakukan pada hari yang lain demikian, demikan dan demikian?" Orang itu menjawab "Benar." Ia tak dapat mengelak. Sementara itu, ia takut jika dosa besarnya diperlihatkan kepadanya. Lalu dikatakan kepadanya, "Ketahuilah, kejahatanmu ditukar dengan kebajikan." Orang itu berkata, "Wahai Tuhan hamba, hamba melakukan banyak hal yang tidak hamba lihat disini."" Abu Dzar RA berkata, "Setelah mengakhiri sabdanya, Rasulullah SAW tertawa sehingga tampak gigi gerahamnya."

Itulah kemurahan Allah SWT. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Inilah yang menyebabkan hamba yang beriman mencintai Allah SWT dan RasulNya. Cinta yang melibatkan seluruh jiwa raganya, melebihi kecintaannya terhadap putra-putrinya dan keluarga terdekatnya. Inilah keimanan sejati.


Do'a Orang Teraniaya

Manusia zalim ialah manusia yang telah kehilangan cahaya kebenaran dan keimanan. Dengan demikian, setan menjadikan perbuatan yang dilakukannya begitu indah agar dirinya makin terlena dalam buaian kesesatan. Dampaknya, dosa yang ditanggungnya makin bertambah dan siksaannya pun lebih berat.

Dalam Al Quran, Allah SWT mengungkapkan kekufuran, kebodohan, kemusyrikkan dan kefasikkan dengan sebutan kezaliman dan menggolongkan pelakunya sebagai orang-orang yang berbuat zalim.

Kezaliman yang berlangsung antarmanusia terjadi dalam bentuk penghancuran dan perampasan hak. Kezaliman adalah dosa besar di dunia. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Bila seseorang mengambil hak seorang muslim, niscaya hak tersebut akan menjadi sepotong api neraka. Karenanya, ambillah atau tingkalkanlah." (HR Bukhari Muslim)
 Dalam hal ini, Allah SWT senantiasa menolong orang-orang yang teraniaya. Setiap mukmin yang teraniaya harus meyakini hal itu dengan keimanan mendalam dan tidak berputus asa dari ketidakadilan dan pertolongan Allah SWT, Perlindungan Allah SWT terhadap orang teraniaya dapat direnungkan melalu firman Allah SWT berikut:
"Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [QS 4:148]
Karena itu, Rasulullah SAW memperingatkan umatNya agar berhati-hati terhadap do'a orang teraniaya. Sebab, tiada penghalang antara dirinya dan Allah SWT. Bagi orang yang dianiaya dan tidak mampu menghindari kezaliman, cukuplah mengucapkan:
"Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung." 

Minggu, 02 September 2012

Manfaat Mengingat Allah

Seandainya seorang muslim mengetahui kadar pahala yang bakal diraihnya lantaran senantiasa mengingat Allah SWT, baik di tengah keramaian maupun dalam kesendirian, niscaya lidahnya akan selalu bergerak menyebut Allah SWT.

Namun yang terpening dalam mengingat Allah bukan semata-mata menggerakan 2 bibir dengan menyebut nama Allah SWT yang terindah. Melainkan juga kekhusyukan dan kecintaan tulus kepada Allah SWT seraya merenungi dan memikirkannya secara mendalam.

Allah SWT berfirman dalam Al Quran yang diarahkan kepada Nabi SAW dan seluruh umat Islam sebagai berikut:
"....dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar." [QS 29:45]
Qatadah dan Ibnu Zayd mengatakan bahwa apabila seorang hamba senantiasa menyebut Tuhannya, baik dalam perbincangannya dengan orang lain atau antara Tuhan dan dirinya, maka itu lebih utama daripada menunaikan shalat fardu, bahkan lebih utama dari amal perbuaran lainnya. Subhanallah...

Ibnu Abbas berkata bahwa makna ayat Al Quran tersebut adalah pengingatan Allah SWT kepada mereka dengan rahmatnya lebih utama dengan pengingatan mereka kepada Tuhannya dengan segala kepatuhannya. Abu Malik berkata bahwa mengingat Allah SWT dalam shalat atau lainnya lebih besar pahalanya menurut Allah SWT daripada shalat itu sendiri. 

Mu'adz bin Jabal RA berkata bahwa dirinya bertanya pada Rasulullah SAW, "Perbuatan apa yang paling dicintai Allah SWT?" Nabi SAW menjawab, "Hendaknya engkau mati sementara lisanmu sibuk menyebut Allah SWT." Kemudian Nabi SAW menambahkan, "Wahai Mu'adz,  orang yang pertama masuk surga ialah orang yang senantiasa mengingat nama Allah SWT. Siapa yang ingin menikmati telaga surga, perbanyaklah menyebut Allah Azza wa Jalla."

Muadz berkata, "Tiada amal yang lebih menyelamatkan orang mukmin dari siksa Allah SWT daripada mengingat Allah SWT." Kemudian seseorang bertanya, "Bukan jihad, wahai Mu'adz?" lalu Mu'adz menjawab, "Bukan jihad."

Shalat yang Benar

Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah (Muhammad) itu suri tauladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) dari Allah dan banyak (kedatangan) hari akhir dan ia banyak menyebut Allah." [QS 33:21]
 
Memang, akhlak dan perbuatan Rasulullah SAW sepanjang hayatnya merupakan contoh tertinggi dan teladan bagi setiap muslim yang ingin mereguk ridha Allah SWT. Karena itu, para ulama dan penulis buku sejarah hidup Nabi SAW berupaya mengetahui bagaimana Rasulullah SAW mendirikan shalat, Demikian juga halanya dengan wudlu, haji doa dan hal-hal lain yang jika dilaksanakan dengan baik menyebabkan seorang mukmin menggapai kebahagiaan jiwa di dunia dan ganjaran yang baik di akhirat.

Shalat, sebagaimana cabang keimanan lainnya, terdiri dari 2 bagian. Pertama, berkaitan dengan gerakan-gerakan fisik lahirilah, seperti mengangkat kedua tangan saat takbir, rukuk, ikhtidal dan sujud. Sedangkan yang kedua sekaligus yang terpenting adalah bahwa seorang yang shalat harus memiliki niat tulus. Dalam hatinya harus terpatri kesadaran bahwa dirinya menyembah Allah SWT untuk mengingat (dzikir), mensyukuri segala nikmat dan menggapai ridhaNya dengan meyakini bahwa kesuksesan sejati justru terletak di akhirat, Kehidupan dunia hanyalah kenikmatan semu, sebagaimana ditegaskaqn Allah SWT dalam Al Quran:
"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." [QS 57:20]
 
Ketika mengangkat kepala dari sujud, Rasulullah membaca takbir. Apabila bangkit dari 2 rakaat, Rasulullah SAW lalu kembali membaca takbir.

Muslim dalam Shahihnya menjelaskan pendapat para fukaha mengenai shalat Rasulullah SAW, "Rasulullah SAW bertakbir ketika memulai shalat. Dari ucapan para sahabat, dapat disimpulkan bahwa takbir harus dilakukan beriringan dengan gerakan shalat. Rasulullah SAW mulai membaca takbir ketika akan rukuk, dan terus membacanya sampai benar-benar rukuk, lalu baru membaca tasbih dalam rukuk. Kemudian beliau mulai membaca takbir kembali ketika hendak melakukan sujud dan memanjangkan bacaan itu sampai dahinya benar-benar menyentuh tanah (tempat sujud). Setelah itu, barulah beliau mulai membaca tasbih dalam sujud. Rasulullah SAW mulai mengucapkan, "Sami'allahu liman hamidah,"  ketika hendak berdiri dari rukuk dan terus mengucapkannya hingga berdirinya sempurna. Kemudian barulah beliau membaca zikir dalam iktidal, "Rabbana lakal hamd." Begitu bangkit dari tasyahud pertama, beliau juga membaca takbir dan terus memanjangkannya hingga tegak berdiri."